Mengawali program Suluh Nusantara yang diadakan setiap bulan sekali oleh Gets Indonesia di tahun 2022, topik mengenai pemikiran HOS. Tjokroaminoto dalam meneguhkan spirit kemandirian bangsa dan bagaimana keluar dari penindasan bangsa asing (outlander) menjadi kaijan pembuka dalam edisi pertama Suluh Nusantara.
Suluh Nusantara sendiri hadir sebagai salah satu ikhtiar untuk menanggulangi amnesia historis yang banyak terjadi di kalangan pemuda dengan penelusuran kembali khazanah pemikiran dan gagasan para tokoh pendahulu, sebagai bahan untuk merajut kembali peradaban yang luhur nan agung berdasar paradigma Nusantara.
Dihadiri hingga empat puluh dua peserta dari berbagai latar belakang instansi dan daerah, webinar Suluh Nusantara edisi pertama berjalan dengan khidmat dan penuh kehangatan. Sri Herlina, S.Psi. selaku perwakilan dari Gets Indonesia memberikan sambutan dan pengantar singkat sebelum sesi utama diskusi bersama Dr. Aji Dedi Mulawarman dimulai.
Dr. Aji Dedi Mulawarman, sosok yang menjadi Ketua Dewan Pembina Yayasan Peneleh Jang Oetama dan Direktur Sekolah Internasional Bani Hasyim Malang, bertindak sebagai narasumber utama dalam sesi webinar kali ini.
Pemaparan mengenai garis besar biografi fisikal maupun intelektual HOS. Tjokroamintoto dan bagaimana evolusi pemikiran beliau dalam menghadapi tantangan zaman yang saat itu dihadapi oleh beliau disampaikan dengan lugas dan gamblang.
Menurut pria yang baru saja dinobatkan sebagai World Top 100 Economics and Econometrics Scientists 2022 tersebut, Pak Tjokro menempuh jalan perjuangan yang terjal dengan memilih untuk meninggalkan kemapanan yang beliau dapatkan secara cuma-cuma dari garis keturunannya, dan menggalang kekuatan bersama rakyat untuk mewujudkan pemerintahan yang mandiri (zelfbestuur).
Upaya untuk mewujudkan kemandirian bangsa itu ditempuh melalui berbagai gerakan dan usaha yang digalang oleh Pak Tjokro bersama teman maupun muridnya. Salah satu yang bisa dibilang fenomenal ialah kiprahnya di organisasi Sarekat Islam.
"Pak Tjokro berperan penting dalam mendorong kemajuan Sarekat Islam yang awalnya hanya memiliki massa sebanyak dua ribu orang pada tahun 1912 hingga menjadi organisasi yang beranggotakan empat juta orang per tahun 1919," tegas Pak Aji.
HOS. Tjokroaminoto memang memiliki prasyarat lengkap sebagai seorang pemimpin. Kharisma besar yang terkandung dalam dirinya diimbangi pula dengan kompetensi, kemahiran berbicara di depan umum (public speaking), jiwa mengayomi, kemampuan kolaborasi hingga keterampilan menulis yang baik. Bisa dikatakan, beliau merupakan cerminan aktivis yang menjadi rujukan dan teladan oleh orang-orang seperti Ir. Soekarno, Kartosoewirjo, Hamka, dan banyak lainnya.
Gagasan beliau mengenai zelfbestuur pertama kali dilontarkan dalam pidato di Kongres Central Sarekat Islam (CSI) yang diselenggarakan di Bandung pada tahun 1916. "Inilah proklamasi kemerdekaan pertama yang dilontarkan oleh Pak Tjokro dalam sejarah pergerakan nasional Indonesia," imbuh Pak Aji.
Ketajaman intuisi beliau menghasilkan perkataan yang menyatakan bahwa kelak yang akan menjadi presiden Indonesia setelah merdeka ialah salah satu di antara Soekarno atau Kartosoewirjo. Omongan itu terbukti ketika pada akhirnya Soekarno menjadi pemimpin bangsa Indonesia dari tahun 1945 hingga tahun 1966.
Berbicara mengenai kemandirian, Pak Aji memberikan pernyataan menarik perihal pentingnya pendekatan gerakan kebudayaan dalam mengatasi persoalan-persoalan akut di negeri ini. Menurutnya, mengandalkan pendekatan institusional (institutional drift) saja tidak akan bisa maksimal jika tak diiringi dengan corak gerakan kebudayaan (cultural drift). Hal semacam ini juga pernah dilakukan olah HOS. Tjokroaminoto dengan gagasannya mengenai Djawa Dwipa dan Tentara Kanjeng Nabi Muhammad Saw (TNKM).
"Menjadi bangsa yang besar dan mandiri tidak cukup dengan berfokus pada aspek ekonomi dan politik saja, tetapi juga membenahi sektor pendidikan dan kebudayaan yang menjadi sarana untuk menciptakan generasi yang berkesadaran Nusantara dalam jalan pikiran maupun laku kehidupannya," ujar Pak Aji yang juga menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya tersebut.
Meneguhkan zelfbestuur bagi Pak Aji berarti berani untuk menentukan arah kebijakan serta gerakan yang sesuai dengan konteks kebangsaan dan kenegaraan kita. Dari cara berpikir misalnya, beliau mengemukakan bahwa Nusantara sebenarnya memiliki paradigma pemikiran tersendiri yang telah dibangun oleh tokoh-tokoh terdahulu seperti HOS. Tjokroaminoto.
Oleh karena itu, sikap kritis dan tidak menerima begitu saja terhadap diskursus-diskursus seperti Revolusi Industri 4.0., Society 5.0., Metaverse, dan sejenisnya yang lahir dan berkembang dari Barat harus ditegaskan oleh segenap elemen rakyat negeri ini, khususnya para pemuda yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan Indonesia.