Tapak Jejak Sunan Gresik: Pelopor Penyebaran Islam di Tanah Jawa dan Ahli Tata Negara

JUMAT, 18 MARET, 2022

Tapak Jejak Sunan Gresik: Pelopor Penyebaran Islam di Tanah Jawa dan Ahli Tata Negara

Sunan Gresik atau bernama lengkap Syaikh Maulana Malik Ibrahim merupakan bagian dari generasi pertama wali songo yang datang ke tanah Jawa untuk mensyiarkan Islam. Ia dikenal juga dengan Syaikh Maghribi. Meskipun demikian, Agus Sunyoto secara kritis mengungkapkan ketidaktepatan penyebutan gelar ini karena dapat menimbulkan asumsi yang keliru bahwa ia berasal dari daerah Maghrib, yaitu Maroko di Afrika Utara.   

Disebutkan oleh beberapa literatur sejarah, bahwa kedatangan Maulana Malik Ibrahim di Gresik, Jawa Timur terjadi pada tahun 1371 M. Riwayat mengenai negeri asalnya cukup beragam. Ada yang menyebut ia berasal dari daerah Gujarat (India), Persia, Arab, Samarkand hingga negeri Turki.

Sir Thomas Raffles, misalnya, dalam The History of Java menulis bahwa berdasar referensi lokal, Maulana Malik Ibrahim ialah seorang pandita terkenal asal Arab yang berasal dari keturunan Zainal Abidin bin Hasan bin Ali. Tak hanya itu, ia juga merupakan sepupu dari Raja Chermen.

Akan tetapi, hasil pembacaan pada prasasti makam Syaikh Maulana Malik Ibrahim oleh seorang epigraf asal Prancis bernama J.P. Moquette yang dituangkan dalam karya berjudul De Datum op den Grafsteen van Malik Ibrahim te Grissee menunjukkan bahwa sosok bernama Maulana Malik Ibrahim yang wafat pada hari Senin, 12 Rabiul Awal 822 H (8 April 1419 M) berasal dari Kashan, sebuah kota di bagian utara provinsi Isfahan, Iran.

Kashan sendiri tergolong daerah yang menjadi tempat dilahirkannya tokoh-tokoh pemikir Islam yang mumpuni dan berkualitas tinggi. Nama Abd al-Razzaq al-Kashani, salah satu murid Ibn ‘Arabi dan juga penulis banyak kitab mengenai tema-tema tasawuf, dalam hal ini bisa disebut sebagai salah satu representasi atas hal itu.

Terbaru, Kota Kashan bahkan ditetapkan oleh Kementerian Kebudayaan dan Bimbingan Islam Iran sejak tahun 2020 sebagai ibu kota Nahjul Balaghah, salah satu kitab penting yang berisikan khutbah, ucapan, maupun surat-surat yang dinisbatkan kepada Ali bin Abi Thalib.

Pelopor Penyebaran Islam di Tanah Jawa

Sunan Gresik

Gerardus Willebrordus Joannes Drewes, seorang sejarawan asal Belanda, dalam tulisan berjudul New Light on the Coming of Islam to Indonesia yang diterbitkan oleh jurnal akademik bernama Bijdragen tot de Taal-, Land- en Volkenkunde pada tahun 1968 menyatakan bahwa Maulana Malik Ibrahim merupakan salah seorang tokoh yang pertama kali menyebarkan agama Islam di tanah Jawa, sehingga ia disebut juga wali senior di antara para wali lainnya.

Destinasi pertama yang dituju oleh Maulana Malik Ibrahim ketika mendarat di Jawa ialah Desa Sembalo, daerah di dekat Desa Leran, Kecamatan Manyar, Kabupaten Gresik. Desa itu berjarak sekitar sembilan kilometer di arah utara Kota Gresik, tidak jauh dari kompleks makam Fatimah binti Maimun. Atas dasar inilah kelak ia lebih populer dan dikenal dengan nama Sunan Gresik.

Strategi dakwah yang dilakukan oleh Sunan Gresik mula-mulai ialah dengan membangun masjid di Desa Pasucinan, Manyar. Di samping berdakwah, Sunan Gresik juga berniaga di area dekat pelabuhan yang disebut Desa Rumo. Penamaan Rumo disinyalir berasal dari kata Rum (Persia), sehingga hal itu bisa dimaknai bahwa di desa itu banyak tinggal orang-orang dari daerah Rum.

Keluhuran akhlak yang dimanifestasikan oleh Sunan Gresik dalam tutur kata dan perangai baik di kehidupan kesehariannya membuat banyak orang tertarik dengan ajaran yang beliau bawa. Konsep kesetaraan yang dijunjung tinggi dalam Islam, serta menjadi antitesis dari stratifikasi kasta dan kelas sosial oleh agama Hindu membuat banyak orang, terutama dari kalangan rakyat menengah ke bawah, terbuka untuk menerima risalah Islam.

Selain itu, Sunan Gresik dalam interaksi sosial kepada khalayak umum menunjukkan sikap yang menghormati adat dan kebudayaan setempat. Dialog dan diskusi menjadi jalan kebudayaan yang dipilih untuk memberikan penyadaran dan syiar agama Islam, bukan dengan pemaksaan atau stigma negatif akan tradisi yang berlaku di masyarakat setempat.

Ketika dakwah yang dilakukannya telah membukakan pintu hati mayoritas rakyat di daerah Gresik, di situlah Maulana Malik Ibrahim merintis pembukaan pesantren untuk mendidik kader pemimpin umat dan penyebar ajaran Islam yang diharapkan dapat meneruskan misinya untuk menyampaikan kebenaran Islam kepada masyarakat di wilayah Majapahit dan sekitarnya.

Ahli Tata Negara dan Diplomasi

Sunan Gresik

Satu keunikan yang tercermin dari pribadi Sunan Gresik ialah kemampuannya dalam tata negara dan berdiplomasi. Hal ini diungkapkan oleh Baidlowi Syamsuri dalam bukunya yang berjudul Kisah Wali Songo: Penyebar Agama Islam di Tanah Jawa. Bukan isapan jempol belaka, argumen ini diperkuat oleh beberapa cerita dan pengalaman hidup seorang Sunan Gresik.

Alkisah, pada suatu hari Sunan Gresik bersama lima muridnya mengunjungi daerah yang dilanda bencana kekeringan. Sesampainya di lokasi, kerumuman warga telah memadati prosesi upacara untuk membunuh salah seorang gadis sebagai tumbal kepada dewa penguasa hujan yang dilakukan oleh beberapa pendeta tua.

Ketika seorang pendeta tua ingin menghujamkan belatinya ke arah jantung gadis tersebut, tiba-tiba tangannya mendadak kaku dan tidak bisa digerakkan. Merespons hal itu, ia kemudian mengerahkan kekuatan batin yang dimilikinya untuk mengatasi hal itu. Namun, hasilnya tetap sama saja seperti sebelumnya.

Dengan rasa curiga, pendeta itu kemudian melihat sekeliling warga yang berdiri. Tanpa diminta, Sunan Gresik dan kelima muridnya kemudian maju ke arah pendeta tersebut. Sang pendeta yang telah kesal dan marah kemudian menanyakan apa mau dari orang-orang tersebut. Sunan Gresik pun menjawab bahwa membunuh sesama manusia itu hal yang terlarang dan mengakibatkan dosa besar. Ia pun menawarkan cara lain untuk mendatangkan hujan.

Setelah kesepakatan tercapai antara kedua belah pihak, Sunan Gresik dan lima muridnya segera melaksanakan salat dua rakaat disertai khutbah singkat untuk memohon turunnya hujan. Tak lama setelah salat dilaksanakan, hujan pun turun membasahi tanah di daerah itu. Melihat hal itu, sontak berbondong-bondong warga yang berkerumun segera menghampiri Sunan Gresik untuk memeluk agama Islam.

Kisah lain mengenai bagaimana kewibawaan yang diiringi dengan kompetensi Sunan Gresik dalam mengelola tata negara tercermin saat Prabu Brawijaya, penguasa Kerajaan Majapahit, menyerahkan seluruh daerah Gresik kepadanya untuk dikelola secara mandiri dengan baik di bawah kedaulatan Majapahit.

Penyerahan wilayah itu merupakan hasil dari diplomasi Sunan Gresik untuk menghadap raja dan menyampaikan risalah ajaran Islam kepada sang raja. Meskipun ajakan untuk memeluk Islam tersebut ditolak secara halus dengan mensyaratkan agar Dewi Sari, putri dari Raja Cermain yang ikut menghadap ke Prabu Brawijaya, untuk dinikahkan dengannya.

Akan tetapi, perenungan Prabu Brawijaya pasca kepulangan rombongan Sunan Gresik sampai pada kesimpulan bahwa cukup riskan membiarkan Sunan Gresik dengan pengikutnya yang berjumlah besar untuk terus bergerilya dari satu daerah ke daerah lainnya, sehingga ia kemudian memutuskan untuk memberikan wilayah Gresik sebagai wilayah kekuasaan Sunan Gresik.

Merespons hal itu, Sunan Gresik pun menerima dengan tulus dan ikhlas amanah Raja Majapahit yang diberikan kepadanya, karena menurutnya semua itu sesuai dengan ajaran Islam sebagaimana salah satu firman Allah dalam QS. An-Nisa ayat 114 yang berbunyi:

“Tiada kebaikan dalam sebagian besar dari bicara-bicara mereka kecuali siapa yang menganjurkan sedekah atau mendamaikan antara sesama manusia.”


Leave a Reply