Program Suluh Nusantara kembali hadir dalam edisi kedelapan dengan pembahasan salah seorang Proklamator Kemerdekaan Republik Indonesia, Drs. Mohammad Hatta, yang dilaksanakan pada Sabtu, 03 September 2022. Hal ini juga sekaligus menandai peringatan 120 tahun Bung Hatta yang lahir pada 12 Agustus 1902 di Bukittinggi.
Sesuai dengan visinya, Suluh Nusantara sebagai bagian dari program Panca Olah Institute bertujuan untuk menggali khazanah pemikiran, gagasan, serta peran dari para tokoh Nusantara untuk mencegah amnesia historis serta pengaburan sejarah yang selama ini cukup sering terjadi dalam narasi sejarah yang beredar di kalangan masyarakat luas.
Prof. Dr. Meutia Farida Hatta Swasono, Putri Sulung Drs. Mohammad Hatta yang juga merupakan penulis buku "Bung Hatta di Mata Tiga Putrinya" hadir sebagai narasumber utama dalam forum Suluh Nusantara edisi kedelapan yang bertemakan "Refleksi Konsep Pendidikan Karakter Mohammad Hatta dalam Upaya Membangun Generasi Emas Indonesia."
Selepas pembukaan, acara dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya 3 Stanza secara bersama-bersama. Setelah itu, sambutan diberikan oleh Founder Panca Olah Institute, yang dalam hal ini diberikan secara langsung oleh Coach Indra Hanjaya.
Dalam sambutannya, Coach Jaya mengatakan: "Kami bersyukur dalam program Suluh Nusantara kali ini Ibu (Meutia Hatta) bisa membersamai serta mendukung kami dalam proses menyalakan api Nusantara yang tidak pernah bisa kita lewatkan dan lupakan, bahwa Bapak Mohammad Hatta adalah salah satu tonggak sejarah yang menginspirasi banyak orang, termasuk bagi Panca Olah Institute."
Berhubungan dengan tema diskusi yang mengangkat tentang upaya membangun Generasi Emas Indonesia, Coach Jaya juga mengutarakan tentang nilai-nilai inti (core values) dari Panca Olah Institute yang merupakan akronim dari singkatan kata EMAS. Secara berurutan nilai itu ialah Enlightenment (E), Mastery (M), Actualization (A), dan Synergy (S).
Diawali dengan pencerahan (enlightenment) yang memunculkan kesadaran, dari situlah kemudian seseorang menempuh jalannya untuk menjadi seorang ahli (mastery) di suatu bidang. Setelah itu, dilanjutkan dengan aktualisasi (actualization) dari apa yang menjadi keahlian orang tersebut.
Tak lupa, sinergi (synergy) dengan orang lain juga harus dilakukan untuk mencapai tujuan besar sebagaimana para perintis kemerdekaan dahulu, seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan rekan sejawatnya, saling bersinergi untuk mewujudkan cita-cita berupa kemerdekaan Indonesia.
Di sesi inti mengenai elaborasi dari tema Suluh Nusantara edisi Bung Hatta, Prof. Meutia mengawalinya dengan menceritakan bagaimana Bung Hatta menempa karakternya dari sejak kecil, sekolah, dewasa, hingga menjadi salah satu pemimpin sentral yang berjuang untuk rakyat Indonesia.
Kecenderungan untuk memperjuangkan kehidupan rakyat banyak ini misalnya dikisahkan putri sulungnya ihwal bagaimana sikap dan tindakan Bung Hatta saat masih belajar di Belanda dan aktif dalam organisasi yang bernama Perhimpunan Indonesia. Saat itu, Bung Hatta sudah mengamati dari negeri seberang bagaimana ketidakadilan dirasakan oleh rakyat atas kebijakan-kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah Belanda dalam bidang pendidikan, ekonomi, serta politik di tanah airnya.
Merespons hal tersebut, Bung Hatta kemudian membuat sebuah manifesto politik bersama rekan-rekannya di Perhimpunan Indonesia pada tahun 1925 (Mohammad Hatta Gunawan Mangunkusumo, Iwa Kusumasumantri, Sastro Mulyono, dan RM Sartono) yang berisi tentang tiga prinsip atau karakter untuk melawan kolonialisme, yakni kedaulatan rakyat, kemandirian, dan persatuan.
"Bung Hatta merupakan sosok yang berani, tangguh, dan memiliki kegigihan dalam memperjuangkan apa yang sudah menjadi tujuan besar dalam hidupnya, termasuk upaya untuk mewujudkan kemerdekaan Indonesia," ujar Prof. Meutia.
Menyambut Generasi Emas Indonesia yang akan tiba pada tahun 2045, bertepatan dengan seratus tahun kemerdekaan Indonesia, Prof. Meutia Hatta berpesan kepada para pemuda agar mempersiapkan diri dengan bekal karakter dan keahlian masing-masing sebagaimana para perintis kemerdekaan dahulu, termasuk Bung Karno dan Bung Hatta, menyiapkan dirinya untuk mewujudkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada tahun 1945.
Beberapa karakter Bung Hatta yang bisa dijadikan contoh dan teladan di antaranya kejujuran, kesederhanaan, dan integritasnya dalam menjalankan setiap peran yang diembannya, mulai saat kuliah, menjadi penulis kolom atau esai, tergabung menjadi aktivis, hingga saat beliau menjadi pemimpin dwitunggal bersama Bung Karno dalam memimpin Indonesia di awal kemerdekaannya.
Tak hanya itu, dari Bung Hatta kita juga bisa belajar tentang etika dan kesopanan dalam berdialektika dengan orang lain, termasuk dalam cara mengkritik seseorang. Prof. Meutia memberi contoh bagaimana beberapa kali Bung Hatta menuliskan surat kepada Bung Karno ketika ia merasa tidak setuju dan sejalan dengan gagasan Bung Karno.
Menurut Bung Hatta, sebagaimana dijelaskan oleh putrinya yang juga merupakan Guru Besar Bidang Antropologi Universitas Indonesia, yang terpenting adalah pesan (baik berupa kritik maupun saran) yang ingin beliau sampaikan diterima oleh orang yang bersangkutan. Bukan dengan cara memaki atau menghardik orang tersebut secara langsung.
Untuk mempertajam pengetahuan tentang pemikiran dan gagasan Bung Hatta, sesi diskusi dan tanya jawab pun dilangsungkan. Terdapat tiga penanya yang mencoba mengelaborasi poin-poin pemikiran Bung Hatta, mulai dari uraian Pancasila yang sempat diusulkan oleh Bung Hatta ke rezim orde baru, bagaimana menghadapi situasi politik dan budaya yang berkembang di era sekarang, hingga tentang konsep struktur perekonomian yang dirancang oleh Bung Hatta.
Prof. Meutia pun menanggapi setiap pertanyaan yang masuk dengan cukup lugas dan jelas. Sebelum forum diakhiri, perempuan yang pernah menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan tahun 2004 hingga 2009 itu memberikan pesan-pesan penting kepada pemuda agar bisa menjadi generasi emas yang unggul di tahun 2045 nanti.
"Indonesia Emas 2045 itu kurang dari 25 tahun lagi starting point dari sekarang. Masih banyak yang harus dikejar. Mulai dari membangun karakter unggul, membuang karakter buruk yang sudah telanjur mencekam rakyat seperti sifat tidak jujur, koruptif, curang, kejam terhadap rakyat, boros, rakus, pendendam, rendah diri, dan jauh dari rasa persatuan dan kemauan bersatu sehati," tutur Prof. Meutia Hatta.
Sebagai gantinya, Prof. Meutia mengajak setiap orang untuk mengangkat kembali nilai-nilai yang sebenarnya sudah menjadi watak bangsa kita jauh sejak masa pra-kemerdekaan, seperti watak persatuan, semangat, dan aktivitas gotong royong tanpa pamrih.
Lebih jauh, mantan anggota Dewan Pertimbangan Presiden tahun 2009 - 2014 itu juga menekankan pentingnya membangun bangsa dan negara agar rakyat menjadi sejahtera dan negara menjadi jaya dan dihormati di dunia internasional.