Refleksi Isra’ Miraj: Elevasi Kesadaran dalam Laku Kehidupan

JUMAT, 12 MARET, 2021

Refleksi Isra’ Miraj: Elevasi Kesadaran dalam Laku Kehidupan

Dalam kitab suci agama-agama dunia, terkandung cerita-cerita mengenai sejarah umat manusia. Tak terkecuali Al-Qur’an dengan persentase cerita atau kisah yang menempati porsi cukup besar dibanding ayat-ayat yang membahas soal hukum. Artinya, hal ini secara tersirat berisikan pesan bahwa di dalam sebuah kisah terdapat pelajaran (ibrah) yang dapat diambil manusia.

Salah satu kisah terdahsyat dalam sejarah umat manusia ialah Isra’ Miraj, sebuah perjalanan dari Masjid al-Haram ke Masjid al-Aqsha dan berakhir di sidrat al-muntaha yang ditempuh oleh Nabi Muhammad Saw hingga kemudian turun perintah salat lima waktu kepada umat Islam.

Banyak perdebatan mengenai apakah perjalanan itu terjadi secara lahiriah, ruhaniah, atau kombinasi antara keduanya. Akan tetapi, penulis tidak ingin memperdebatkan soal itu pada tulisan ini.

Hal yang lebih penting untuk dibahas dari kisah Isra’ Miraj merupakan hikmah, inspirasi, dan interpretasi yang membawa pada transformasi diri. Satu hal menarik yang menjadi hasil dari perjalanan tersebut ialah adanya perintah salat kepada seorang muslim. Apa sejatinya makna dan tujuan salat?

Ada salah satu ungkapan yang berbunyi: “Salat adalah mi’rajnya orang yang beriman”. Dari sini, tergambar bahwa jika dikiaskan dengan proses mi’raj (yakni naiknya Nabi Muhammad hingga ke sidrat al-muntaha) maka salat disebut-sebut sebagai sarana naiknya orang beriman dalam rangka bertemu Allah Swt.

Oleh karenanya, tak heran kemudian jika dalam kepercayaan umat Islam salat merupakan instrumen pertama yang dilihat ketika proses penghitungan amal (hisab) di hari akhirat kelak. Tak sampai di situ, muncul pertanyaan lanjutan perihal bagaimana salat yang bisa membuat seseorang bisa bertawajjuh dengan Sang Pencipta?

Di antara indikator yang bisa digunakan ialah sebagaimana yang terkandung dalam QS. Al-Ankabut ayat 45. Bahwa salat sesungguhnya mencegah seseorang dari perbuatan keji dan munkar. Makna dari keji sendiri ialah sesuatu yang melampaui batas dalam keburukan dan kekejian, baik dalam bentuk ucapan maupun perbuatan. Adapun munkar bermakna sesuatu yang asing dan tidak dikenal bagi suatu masyarakat sehingga diingkari.

Contoh dari perbuatan keji dan munkar pun bisa dimaknai begitu luas. Mulai dari kemakisatan yang dilakukan seorang hamba terhadap Tuhannya (relasi vertikal) atau keburukan dan kejahatan terhadap sesama manusia dan alam sekitar (relasi horizontal).

Sering kali kita terpaku pada jenis yang pertama, serta cenderung mengabaikan perbuatan keji dan munkar terhadap sesama manusia dan alam. Padahal, keduanya merupakan manifestasi (tajalli) Tuhan yang ada di dunia, sehingga melukai ciptaan-Nya sejatinya sama dengan melukai Sang Pencipta jua.

Proses untuk sampai pada tahapan itu tentunya memerlukan kesadaran (awareness) dari tiap manusia. Riset yang dilakukan oleh Dr. Hawkins mengenai skala kesadaran menunjukkan bahwa sesuatu yang terkalibrasi di bawah angka 200 Hz membuat tubuh seseorang lemah.

Hal ini dikarenakan menumpuknya emosi negatif yang ada dalam diri sehingga menyebabkan sistem kekebalan tubuh menjadi lemah. Rendahnya daya tahan tubuh pada lanjutannya akan berdampak pada mudahnya infeksi virus, bakteri, dan penyakit ke dalam diri seseorang.

Sebaliknya, semakin tinggi frekuensi kesadaran seseorang, maka akan membuat tubuh menjadi kuat dan memiliki daya tahan tinggi terhadap suatu penyakit. Bahkan, seseorang yang memiliki skala kesadaran sebesar 600 Hz mampu mempengaruhi 10.000 orang yang ada di sekitarnya untuk ikut terbawa ke dalam emosi dan vibrasi yang bersifat positif.

WhatsApp-Image-2021-03-11-at-15.17.18-300x300

Salat di satu sisi merupakan salah satu sarana untuk menaikkan skala kesadaran manusia. Sadar terhadap posisinya di hadapan Tuhan (penghambaan total), dan tak kalah penting juga kesadaran terhadap aspek-aspek kemanusiaan dan lingkungan sehingga tercipta harmonisasi dalam kehidupan umat manusia di bumi.

Isra’ Miraj ialah momentum yang tepat untuk menjadi medium elevasi kesadaran seseorang dalam menjalani laku kehidupannya. Memperhatikan setiap gerak-gerik langkah yang ditempuh dalam keseharian, tidak melukai Tuhan dan ciptaan-Nya, serta bahu membahu bersama membangun kesejahteraan dan keindahan di dunia (memayu hayuning bawana).


Leave a Reply