Pendidikan yang Berkesadaran

MINGGU, 2 MEI, 2021

Pendidikan yang Berkesadaran

Awal bulan Mei tiap tahunnya, tepatnya pada tanggal 2 Mei, ialah hari penting bagi dunia pendidikan nasional. Sejak tahun 1959, tanggal tersebut telah ditetapkan oleh negara sebagai Hari Pendidikan Nasional. Alasan utama di balik keputusan tersebut ialah bentuk penghormatan kepada sosok penting yang berjasa besar dalam dunia pendidikan Indonesia.

Beliau bernama asli Raden Mas Soewardi Soerjaningrat, atau lebih populer dikenal dengan Ki Hajar Dewantara. Lahir pada 2 Mei 1889 di Yogyakarta, Ki Hajar kecil tumbuh dalam nuansa zaman pergerakan dan perlawanan terhadap penjajahan. Dari garis nasabnya, ia tergolong keturunan bangsawan dari keluarga Kadipaten Pakualaman, yakni putra dari GPH Soerjaningrat sekaligus cucu dari Pakualam III.

Sejak muda, Ki Hajar berperan aktif dalam dunia aktivis nasional. Ia terjun sebagai wartawan pada beberapa surat kabar. Mulai dari Sedyotomo, Midden Java, De Express, Oetooesan Hindia, Kaoem Moeda, Tjahaja Timoer, dan Poesara.

Di masa itu, ia tergolong penulis yang handal. Kritiknya terkait pendidikan di Indonesia yang saat itu hanya bisa dinikmati oleh orang kaya atau keturunan Belanda disampaikan secara bernas, tajam, dan komunikatif melalui tulisan-tulisannya.

Selain sebagai tokoh pergerakan kemerdekaan dan penulis, Ki Hajar merupakan pelopor dan peletak dasar ide-ide pendidikan yang berlandaskan kebudayaan dan kearifan tradisi. Taman Siswa adalah perwujudan nyata dari kepedulian beliau terhadap pendidikan. Melalui lembaga tersebut, kalangan pribumi bisa merasakan sentuhan pendidikan sebagaimana yang didapatkan oleh para priyayi dan keturunan Belanda.

Pasca kemerdekaan Indonesia, Ki Hajar diangkat menjadi Menteri Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan pertama di bawah pemerintahan Ir. Soekarno. Beliau juga sempat mendapat gelar doktor honoris causa dari Universitas Gajah Mada (UGM) pada tahun 1957. Dua tahun kemudian, persisnya 26 April 1959, Ki Hajar menghembuskan nafas terakhirnya di Yogyakarta.

Atas kontribusi dan perjuagannya tersebut, Ki Hajar mendapat julukan Bapak Pendidikan Nasional. Peninggalan berharga yang tak lekang oleh waktu dari Ki Hajar Dewantara ialah sumbangsih pemikiran beliau mengenai model, corak, dan sistem pendidikan yang sesuai dengan masyarakat Indonesia.

Di antaranya ialah konsep 3N (Niteni, Nambahi, Nirokke) dalam hal metode pembelajaran; filosofi Ing Ngarsa Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tut Wuri Handayani sebagai konsep pengajaran dan landasan kepemimpinan; sistem pendidikan among; hingga internalisasi karakter melalui olah hati, olah pikir, olah karsa, dan olah raga.

Mewujudkan Merdeka Belajar melalui Pendidikan yang Berkesadaran

Peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) setiap tahunnya sudah seharusnya menjadi momen untuk terus memperbaiki dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Visi Indonesia Emas 2045 tentu akan terasa jauh panggang dari api jika sumber daya manusianya tidak berdaya dalam menghadapi persaingan global. Oleh karenanya, upaya-upaya konkret dalam penyelesaian problem pendidikan hendaklah dikerjakan secara sungguh-sungguh.

Pada masa kepemimpinannya sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, salah satu program unggulan Nadiem Anwar Makarim ialah Merdeka Belajar. Momen perayaan Hari Pendidikan Nasional tahun ini pun mengangkat tema “Serentak Bergerak, Wujudkan Merdeka Belajar.”

Melalui program tersebut, Nadiem sejatinya sedang mendekonstruksi paradigma lama pendidikan di Indonesia bahwa proses pendidikan hanya bisa didapatkan di dalam kelas saja dengan mendengarkan penjelasan secara satu arah dari guru.

Sebaliknya, Nadiem mendorong sistem pengajaran pada masa mendatang akan berubah dari yang awalnya bernuansa di dalam kelas menjadi di luar kelas. Suasana pembelajaran akan lebih nyaman karena murid dapat berdiskusi lebih dengan guru, belajar dengan outing class, dan tidak hanya mendengarkan penjelasan guru.

Tak hanya itu, proses pendidikan juga bertujuan membentuk karakter peserta didik yang berani, mandiri, cerdik dalam bergaul, beradab, sopan, berkompetensi, dan tidak hanya mengandalkan sistem ranking yang menurut beberapa survei hanya meresahkan anak dan orang tua saja. Hal ini dikarenakan setiap anak sejatinya memiliki bakat dan kecerdasannya dalam bidang masing-masing.

Jauh sebelum program Merdeka Belajar yang digagas Nadiem ini diluncurkan, Ki Hajar Dewantara pada tahun 1940 telah mengingatkan kita mengenai pentingnya pendidikan yang berkesadaran pada kenyataan bahwa tiap anak punya potensi berbeda-beda yang perlu diaktualisasikan, sehingga penyeragaman model pendidikan justru akan membuat anak berkembang tidak sesuai dengan kodratnya.

“Jangan menyeragamkan hal-hal yang tidak perlu atau tidak bisa diseragamkan. Perbedaan bakat dan keadaan hidup anak dan masyarakat yang satu dengan yang lain harus menjadi perhatian dan diakomodasi.” (Poesara, 1940)

 “Anak-anak tumbuh berdasarkan kekuatan kodratinya yang unik, tak mungkin pendidik mengubah padi menjadi jagung atau sebaliknya.”

Aktualisasi potensi diri dari setiap anak berdasarkan fadhilah yang dititipkan Tuhan kepada mereka inilah sesuatu yang harus digarap secara serius oleh pihak-pihak yang terlibat dalam dunia pendidikan, mulai dari lembaga pendidikan, tenaga pendidik, hingga orang tua.

Dalam hal ini, Panca Olah Institute telah mengembangkan salah satu metode alternatif dalam rangka mengaktualisasikan potensi diri yang didasarkan pada warisan pemikiran tokoh-tokoh leluhur bangsa, terutama Ki Hajar Dewantara. Proses itu dilakukan secara bertahap dengan menyinergikan olah pikir, olah hati, olah rasa, olah raga, dan olah karsa atau bisa disebut dengan Panca Olah.

Jika Paulo Freire mencetuskan konsep pendidikan yang membebaskan, maka Ki Hajar Dewantara bergerak lebih jauh dengan merumuskan pendidikan yang berkesadaran, karena kesuksesan dan pencapaian seseorang bermula dari kesadarannya untuk mengenali potensi diri, kemudian mewujudkannya dengan aksi-aksi nyata di lapangan.

Pendidikan yang berkesadaran ala Ki Hajar Dewantara ialah modal penting bagi generasi penerus bangsa. Akhir kata, penulis mengucapkan Selamat Hari Pendidikan Nasional. Mari terus bergandeng tangan untuk meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045.


Leave a Reply