Di dalam bulan Ramadhan, ada satu momen penting yang perlu direnungkan oleh segenap umat Islam. Ya, peristiwa penting itu bernama Nuzul Al-Quran (turunnya Al-Quran). Fakta sejarah mengonfirmasi bahwa di bulan suci inilah firman Tuhan pertama kali diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui perantara Malaikat Jibril.
Sesungguhnya Al-Qur'an adalah untuk manusia itu sendiri sendiri, bukan untuk menghiasi rak atau dekorasi interior rumah. Menjelang fase ketiga Ramadhan, umat Islam sangat dianjurkan untuk meluangkan waktu sejenak dan membuat refleksi untuk mengevaluasi ibadah mereka.
Sudahkah kita melakukan ibadah yang berkualitas setiap siang dan malam dan sudah sejauh mana kita memahami makna Al-Quran di bulan Ramadhan? Berbicara tentang ibadah, tindakan untuk memahami Al-Quran perlu dilakukan oleh setiap orang agar pembacaan itu tak sekadar berhenti di lisan, melainkan juga menggugah hati dan pikiran.
Dalam QS. Al-Baqarah ayat 185 diterangkan bahwa Al-Quran diturunkan sebagai petunjuk bagi manusia serta pembeda dari sesuatu yang benar dan salah:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
Bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil).
Jika kita telusuri sejarah Islam, Nuzul al-Quran adalah peristiwa mulia yang dikenal dengan turunnya ayat pertama Al-Quran kepada Nabi Muhammad SAW, yaitu surat Al-Alaq ayat 1 sampai 5 yang menekankan pentingnya membaca.
Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhan Yang menciptakanMu, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah. Yang mengajari (manusia) dengan perantaran (pena-nya). Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. (QS. Al ‘Alaq: 1-5)
Wahyu kemudian dilanjutkan secara bertahap sampai isinya benar-benar utuh seperti yang kita baca hari ini. Peristiwa mulia ini tepatnya terjadi pada Jumat malam, 17 Ramadhan, tahun ke-41 Maulid Nabi Muhammad SAW saat menjalankan ibadah di Gua Hira.
Secara lengkap, proses turunnya Al-Quran dilaksanakan dalam tiga tahap utama. Pada tahap pertama, Al-Quran disimpan dengan aman di Lauh al-Mahfuz, juga dikenal sebagai kitab yang terpelihara atau kitab yang nyata.
Beranjak ke tahap kedua, Al-Quran diturunkan sepenuhnya di tempat bernama Baitul Izzah yang terdapat di langit pertama.Terakhir, Al-Quran diturunkan kepada Nabi Muhammad saw melalui Malaikat Jibril dalam jangka waktu 23 tahun, dibagi menjadi 13 tahun di Makkah dan 10 tahun di Madinah.
Pemaknaan lebih dalam mengenai kandungan surah Al-Alaq menurut Indra Hanjaya ialah dengan mendedah apa maksud dari kata iqra. Di samping diartikan sebagai membaca, meneliti, atau menelaah, memahami iqra juga bisa dengan menjabarkan akronim dari kata iqra yang berarti intellectual question rohani.
Artinya, dalam kata iqra itu terkandung dialektika antara akal dan rohani, di mana pikiran atau akal bertanya kepada hati atau sesuatu yang bersifat rohani. Jika ditarik ke dalam relasi antara Tuhan dan manusia, maka ia ibarat percakapan antara hamba dengan Tuhannya.
Hal ini bertujuan untuk menemukan keberadaan diri sejati yang merupakan manifestasi dari keberadaan alam semesta. Potensi dalam diri manusia sejatinya menyimpan semua sumber daya canggih berupa beragam aplikasi yang telah terpasang dan telah disiapkan oleh Sang Pencipta.
Satu hal yang tersisa ialah kemauan kita sebagai manusia untuk mengaktifkan dan melakukan proses instalasi dari sumber daya dahsyat itu, sehingga seseorang itu kemudian siap menjadi insan yang lebih unggul dalam aspek intelektual, emosional, maupun spiritual.
Tafsiran menarik diberikan oleh Imam Qusyairi dari proses turunnya Al-Quran kepada Nabi Muhammad. Secara lengkap hal itu dijelaskan dalam kitab tafsirnya yang berjudul Lathaif al-Isyarat.
Menurutnya, dari proses pewahyuan itu terlebih dahulu kita mesti menyadari posisi Nabi Muhammad sebagai pemimpin dan imam, sedangkan manusia merupakan rakyat sekaligus makmum dari beliau dalam berbagai sektor kehidupan, khususnya berkenaan dengan aspek spiritual dan rohaniah.
Lebih lanjut, Imam Qusyairi menukil riwayat ketika Nabi Muhammad diajarkan Malaikat Jibril untuk membaca, namun sebanyak dua hingga tiga kali beliau berkata bahwa ia tidak bisa membaca.
Akan tetapi, Malaikat Jibril menguatkan dan memandu Nabi Muhammad untuk membaca dengan menyebut nama Tuhan yang menciptakannya, yakni sebagaimana Dia menciptakan beragam ciptaan-Nya.
Kisah ini sejatinya membawa makna yang cukup dalam jika direnungkan secara tepat. Bahwa membaca Al-Quran bukan semata mengandalkan kefasihan lidah dan pengetahuan mengenai makharijul huruf dan tajwid dari setiap kalimat dalam Al-Qur'an, tetapi juga membutuhkan kejernihan pikiran dan kebeningan hati agar makna yang terkandung di dalamnya meresap dan masuk ke dalam diri setiap orang.
Jika makna itu telah sampai ke dalam hati, maka hasilnya ialah seseorang akan bisa mengaktualisasikan dan mengamalkan kandungan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Indra Hanjaya selaku Spiritual Life Coach menegaskan sekaligus memperingatkan hal ini.
"Orang yang mengamalkan Al-Quran sudah pasti ia bisa membacanya, namun orang yang membaca Al-Quran belum tentu bisa mengamalkan Al-Quran."
- Indra Hanjaya
Fenomena munculnya seorang penghafal Al-Quran yang kemudian menampilkan perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Al-Quran (contoh: korupsi, pencabulan, dan lain sebagainya) ialah contoh bagaimana berbahayanya mengandalkan kemampuan membaca tanpa diiringi pendalaman makna ayat di dalamnya.
Kiranya, teladan itulah yang coba diberikan K.H. Ahmad Dahlan kepada murid-muridnya saat ia terus mengulang pelajaran dari QS. Al-Ma'un. Saat beberapa santrinya protes dan menuntut agar sang kiai itu meneruskan pelajaran ke surat selanjutnya dari Al-Quran, dengan enteng beliau menjawab: Sudahkah kalian memahami dan mengamalkan kandungan dari surah tersebut?
Di era yang semakin runyam saat ini, tak bisa dibohongi bahwa rasanya kita memerlukan lebih banyak lagi orang-orang yang mampu mengamalkan Al-Quran dalam laku lampah kehidupan, baik dalam hubungan antar pribadi maupun dalam tatanan sosial kemasyarakatan secara umum.