Ada dua jenis majelis dalam hidup ini, yakni majelis ruang luar dan majelis ruang dalam. Di luar sana, sudah begitu banyak majelis ruang luar, mulai dari sekolah, universitas, serta opsi tempat untuk belajar yang berkaitan dengan aspek luar diri kita.
Akan tetapi, tak banyak ruang belajar yang mengajak untuk mengenal dan memahami apa yang ada dalam diri kita. Oleh karena itu, penting bagi kita untuk menata, membersihkan, serta merapikan aspek ruang dalam kita, sehingga tercipta keseimbangan antara kondisi lahir dan batin manusia.
Dalam riset sains yang ditulis oleh David R. Hawkins, terungkap sebuah penelitian mengenai vibrasi, yang mana mengenai hal ini mutlak hanya seorang mursyid yang mengetahuinya, karena ia berkaitan dengan masalah spiritual.
Oleh karena itu, dalam menyiasati sisa umur kita, penting bagi seseorang untuk beragama dengan cerdas. Sampai hari ini setiap orang masih berkonflik dengan dirinya sendiri. Pun demikian, masalah utama yang membuat manusia menjadi bangkrut dalam kehidupan yang dijalaninya ialah karena ia berkonflik dengan diri sendiri serta tidak memiliki tabungan spiritual yang cukup.
Tak hanya itu, seringkali kita masih bersikap kontra dengan apa yang menjadi takdir dalam hidup ini, bahkan menentang dan berkonflik dengan Allah. Padahal, kita tidak bisa berharap takdir akan selalu berjalan baik dan sesuai dengan keinginan kita.
Sebaliknya, kita bisa memilih berbahagia dengan penderitaan atau kondisi yang sejatinya tidak kita inginkan. Berdamai dengan setiap peristiwa yang datang dalam hidup kita. Puncak perdamaian sendiri adalah ma'rifat, satu kondisi di mana manusia sudah bisa bersikap netral, tanpa membeda-bedakan mana surga dan neraka, mana pahit dan manis, serta mana pujian dan hinaan.
Sebagai contoh, seorang santri yang berangkat ke pondok pesantren untuk belajar, maka mereka sebenarnya sedang berjuang dan meninggalkan kenyamanan dan kebiasaan enak yang bisa saja ia dapat jika tidak memutuskan belajar ke pondok pesantren.
Meskipun tidak sederhana dan penuh dengan rasa yang tidak enak, dari segi nilai spiritual ini bisa menjadikan diri seseorang penuh dengan kesabaran dan juga paling sarat dengan nilai karena mampu menerima dan berdamai dengan penderitaan dan rasa tidak nyaman yang sedang dialami.
Semua hal itu merupakan proses yang akan menyokong pertumbuhan manusia. Sebab, apa yang disebut dengan kemuliaan itu berasal dari dalam sendiri. Begitu pula dengan rasa kebahagiaan, ia juga diperoleh dari dalam diri manusia.
Berkaitan dengan nilai spiritual, ada beberapa level kesadaran yang mempunyai karakter dan cirinya masing-masing. Tingkatan itu menjadi penting, karena pada tiap tahapannya ada evolusi spiritual dalam diri manusia.
Pertama, pada level kesadaran 0, ia adalah tingkat spiritual benda mati. Selanjutnya, dari angka 1 sampai 19 itu merupakan tingkat spiritualnya binatang. Cirinya adalah mereka hidup dengan naluri atau insting layaknya hewan dalam kehidupan sehari-harinya. Pada titik ini, belum ada ketertarikan dengan nilai spiritual.
Ironinya, manusia sendiri sebagai makhluk yang diciptakan dengan sempurna masih banyak yang berada dalam kesadaran sejenis binatang. Padahal, zona manusia sendiri seharusnya berada pada level kesadaran mulai dari angka 20 hingga 29. Level ini ditunjukkan dengan sudah adanya ketertarikan dengan apa yang bernama ketuhanan dan kesadaran.
Mereka yang berada di level ini biasanya dimulai dengan keingintahuan yang didapatkan dengan beragam cara, mulai dari membaca hal-hal yang berkaitan dengan spiritualitas, ikut terlibat dalam komunitas, atau mengikuti kegiatan yang berorientasi kepada aspek spiritual.
Tahapan selanjutnya terbentang mulai dari 30 sampai 50, yang mana pada level ini ialah saat di mana manusia berjuang untuk menaikkan nilai spiritualnya dengan beragam tirakat dan latihan yang melibatkan aspek fisik dalam proses olah rasa dan spiritual yang dilakukan.
Jika sudah berada di angka 50, biasanya manusia akan dipertemukan dengan guru yang akan membimbingnya dalam proses peningkatan kualitas spiritual. Di level inilah titik aman bagi setiap orang di mana mereka sudah tidak terombang-ambing dalam kebingungan hidup.
Adapun, level kesadaran pada angka 60 setara dengan makhluk yang bernama surga. Siapa saja yang sudah berada pada titik ini biasanya sudah relatif merdeka dari dosa serta menebus karma-karma dalam kehidupannya, sehingga ia diperkenankan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana apa yang ada di surga.
Level kesadaran selanjutnya ialah di rentang angka 70, satu wilayah di mana seorang mursyid rata-rata berada di tingkat ini. Mereka sudah diberi wewenang untuk menginisiasi, membuka jalur Ilahi, serta menyalurkan energi spiritual kepada orang lain. Tak hanya itu, pada titik ini pula seseorang sudah merdeka dari dosa dan membayar hutang-hutang kehidupan.
Pada tingkatan kesadaran di atas 70 hingga puncaknya ada di angka 80, biasanya akan ada komunitas atau grup spiritual yang membuat manusia terhubung dengan mereka yang berada pada level serupa. Tujuan dari grup ini ialah sebagai tempat untuk saling berbagi dan bersinergi dalam membantu orang lain untuk meningkatkan level kesadarannya.
Peningkatan dan kenaikan nilai spiritual serta level kesadaran itu tentu membutuhkan proses serta latihan yang dilakukan secara konsisten. Dalam bahasa agama misalnya, kita perlu menuju derajat takwa dalam aspek yang paling minimal sehingga hidup kita bisa dikatakan memiliki nilai.
Menjadi pribadi yang bernilai bukan semata hanya dengan mengetahui atau memahami apa saja tingkatan kesadaran sebagaimana disebutkan di atas, tetapi juga mulai berlatih dan mengaplikasikan diri untuk menaikkan nilai spiritual dan level kesadaran kita sebagai manusia.
Penulis: Indra Hanjaya - Chairman