Nasionalisme dan Gerakan Kepemudaan dalam Proses Penempaan Diri Pangeran Diponegoro

MINGGU, 13 NOVEMBER, 2022

Nasionalisme dan Gerakan Kepemudaan dalam Proses Penempaan Diri Pangeran Diponegoro

Selang satu hari pasca milad Pangeran Diponegoro, Panca Olah Institute melanjutkan rangkaian kegiatan Suluh Nusantara dengan tema pembahasan Pangeran Diponegoro, sosok yang terkenal sebagai simbol perlawanan terhadap penjajahan dan kolonialisme, bersama Ki Roni Sodewo pada Sabtu, 12 November 2022 secara daring melalui Zoom Meeting.

Webinar Pangeran Diponegoro

Mengawali kegiatan tersebut, seluruh peserta yang hadir diajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi 3 Stanza gubahan Wage Rudolf Supratman secara bersama-sama sebagai upaya untuk membangkitkan semangat nasionalisme setiap orang yang hadir.

Dalam sambutannya, Sri Herlina S.Psi. selaku Direktur Panca Olah Institute menjelaskan alasan mengapa program Suluh Nusantara dibuat. Menurutnya, Nusantara memiliki sejarah dan cerita yang terbentang panjang. Sayangnya, kebesaran dan kedigdayaan yang pernah ditampilkan dalam panggung sejarah kini perlahan luntur dan mulai dilupakan oleh generasi muda zaman sekarang.

Amnesia historis ini perlu ditanggulangi dengan penelusuran kembali khazanah pemikiran dan gagasan para tokoh pendahulu, sebagai bahan untuk merajut kembali peradaban yang luhur nan agung berdasar paradigma Nusantara.

Direktur Panca Olah Institute

Pada edisi kesebelas Suluh Nusantara, pemantik utama yang memberikan banyak insight tentang Pangeran Diponegoro ialah Ki Roni Sodewo, Keturunan Ketujuh Pangeran Diponegoro, Penutur Sejarah Pangeran Diponegoro dari Babad Diponegoro, serta Pendiri Paguyuban Trah Pangeran Diponegoro (PATRAPADI).

Mengawali paparannya, Ki Roni mengemukakan bahwa umumnya Pangeran Diponegoro diasosiasikan dengan Perang Jawa selama lima tahun sejak 1825 - 1830. Ia digambarkan sebagai sosok berkuda yang selalu menyilangkan keris di pinggangnya.

Tak sampai di situ, citra yang digambarkan tentang sosok Pangeran Diponegoro juga begitu monoton, yakni sebagai pria bersorban, seorang pahlawan nasional, tukang perang, bahkan ada suara sumbang yang menyatakan bahwa dia adalah seorang pemberontak.

Satu hal yang menjadi catatan penting menurut Ki Roni ialah bahwa mempelajari Pangeran Diponegoro tentu tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat begitu saja. Ia mencontohkan bagaimana Peter Carey, sejarawan asal Inggris, meneliti tentang Pangeran Diponegoro sejak tahun 1970 hingga hari ini, dan itu pun masih banyak hal yang belum digali dari warisan pemikiran maupun keteladanan Pangeran Diponegoro..

Apa yang kita lihat mengenai Pangeran Diponegoro menurut Ki Roni tidak muncul begitu saja. Ia lahir dari proses didikan yang begitu disiplin dan keras.

Ki Roni Sodewo

"Sejak usia 7 tahun, Pangeran Diponegoro dibawa oleh buyutnya ke Tegalrejo dan di sana ia dididik secara disiplin dan keras. Ia juga dididik oleh neneknya dan ibunya." ujar Ki Roni.

Jika kita ingin melahirkan sosok seperti Pangeran Diponegoro di hari ini, Ki Roni mneyatakan bahwa diperlukan figur-figur perempuan yang tangguh, kompeten, dan memiliki jiwa pendidik yang baik bagi anak-anaknya.

"Pangeran Diponegoro sebenarnya merupakan anak seorang raja. Akan tetapi, sejak usia belasan tahun ia menanggalkan segala keistimewaan itu dan memilih untuk keluar dari istana untuk mendapat didikan dari buyutnya, neneknya, ibunya, serta oleh para ulama," imbuh Ki Roni.

Dalam kaitannya dengan konteks kepemudaan, Ki Roni mengutarakan bahwa Perang Jawa yang dilakukan dahulu itu sebenarnya perang yang dilakukan oleh anak-anak muda. Sedikit sekali orang dengan umur tua yang ikut pada perang itu.

Suluh Nusantara Vol. 11 Pangeran Diponegoro

Sentot Prawirodirjo, panglima perang pada yang memimpin ribuan pasukan di masa itu, bahkan ketika diangkat untuk memimpin Perang Jawa saat itu baru berusia 18 tahun.

Panglima-panglima lainnya (atau setara pangdam hari ini) pun mayoritas berusia muda. Hanya ada satu panglima yang berusia cukup tua pada masa Perang Jawa tersebut.

Bahkan, menurut Ki Roni, Kiai Mojo, seorang ulama sekaligus orang kepercayaan yang membantu perjuangan Pangeran Diponegoro, yang sering digambarkan sebagai sosok yang begitu tua sebenarnya baru berusia 25 tahun saat Perang Jawa berlangsung.

Dari sini, gerakan anak muda hari ini tentu diperbanyak dan digaungkan dalam cara yang lebih masif, karena pemuda tentu memiliki kelebihan berupa energi yang masih membara dan semangat juang yang lebih tinggi dibanding ketika mereka sudah berusia lanjut.

Keteladanan penting dari Pangeran Diponegoro yang penting menjadi inspirasi kita hari ini ialah sifat jujur, tegas, berani, dan bijaksana dari Pangeran Diponegoro.

Ki Roni Sodewo - Webinar Pangeran Diponegoro

"Sikap jujur Pangeran Diponegoro sangat mudah diamati, yakni ketika apa yang ada di mulut sama dengan apa yang terkandung dalam hati. Apa yang keluar dari mulutnya ialah manifestasi dari suara hatinya. Begitu pula sebaliknya," ujar Ki Roni.

Dari kejujuran, lahirlah sifat tegas dan berani dalam diri Pangeran Diponegoro. Namun, tak berhenti di situ, ia juga memiliki sikap bijaksana sebagai kelanjutan dari tiga sifat sebelumnya yang diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.


Leave a Reply