Menyalurkan Cinta dengan Mencintai Diri

SENIN, 20 OKTOBER, 2025

Menyalurkan Cinta dengan Mencintai Diri

Dalam pembahasan tulisan saya beberapa waktu terakhir, salah satu poin penting yang perlu dipahami ialah mengenai pembenahan gudang emosi. Hal ini menjadi prinsip dan vital, tetapi bukan berarti berhenti di situ. Setelah manusia membersihkan gudang emosinya, tahap lanjutannya ialah bagaimana kita bisa mengirimkan cinta (sending love) kepada sesama manusia, bahkan alam semesta.

Perlu dipahami bahwa pembelajaran yang paling sejati ialah segala sesuatu tidak akan pernah berubah, kemudian menjadi berkah, bahkan bisa berbalik hingga semuanya serba tertutup dan gelap ketika mansuia tidak menolong dirinya sendiri (self-help) dalam kehidupan yang dijalaninya. Kezaliman demi kezaliman seringkali tidak kita sadari dilakukan dalam interaksi sehari-hari. Sebagai contoh, saat kita membenci seseorang, ada rasa iri dengki terhadap orang lain, atau rasa marah terhadap orang lain, maka di titik itu pula sebenarnya kita sedang menzalimi diri sendiri. Marah merupakan hal yang wajar dan manusiawi, namun jangan sampai kemarahan itu justru mencelekakan diri kita sendiri. Oleh karenanya, manajemen emosi dan penyikapan yang tepat diperlukan saat rasa marah hinggap di dalam diri kita.

Menyalurkan Cinta dengan Mencintai Diri

Sebagaimana yang mungkin kita telah ketahui bersama, peperangan yang paling besar dalam linimasa hidup kita ialah perang melawan diri sendiri. Perang itu meliputi dengan kedirian, ego, sifat-sifat buruk, penyakit hati, dan lain sebagainya. Siklus yang terjadi selama ini ialah kita menyakiti diri sendiri, kemudian ada upaya untuk menyembuhkan diri, lalu melukainya kembali, baik secara sadar maupun tidak. Yang luput dari proses ini adalah kesadaran atas kondisi yang terjadi, misalnya menyadari rasa marah dan menerimanya sebagai bagian dari fenomena kehidupan.

Kesadaran ini penting untuk dilatih, karena dengan cara itulah kita bisa mengontrol diri ketika keadaan di luar diri tak bisa kita prediksi. Pun demikian halnya, dalam majelis ruang kesadaran, tidak ada yang namanya guru dan murid, tetapi lebih ke teman belajar dan teman bertumbuh. Satu hal yang barangkali juga perlu kita pahami ialah bahwa dunia ini semakin lama semakin hiruk pikuk di luar, dan yang perlu kita pelajari ialah bagaimana mengheningkan diri di tengah dunia yang ramai.

Menyalurkan Cinta dengan Mencintai Diri

Semua manusia bergejolak jiwanya dengan persoalan atau tantangan hidup masing-masing. Untuk itu, kita perlu belajar menenangkan diri dan membenahinya secara tepat.

Membangun kontrol diri itu bisa dimulai dari melatih respon kita terhadap kesombongan, kemarahan, iri dengki, dan kepalsuan. Saat kita mampu menyikapi empat hal di atas dengan baik, maka tahap selanjutnya ialah berlatih untuk mengirimkan cinta (sending love) terhadap lingkungan sekitar. Praktik mengirimkan cinta (sending love) ini juga bisa diperuntukkan bagi orang tua yang sudah meninggal dan mereka yang sudah terpisah secara fisik dengan kita di dunia. Meskipun demikian, sebelum menyalurkan cinta ini gudang emosi dan hal-hal yang berpotensi melukai diri sendiri perlu dibereskan. Jika kita masih memiliki sakit hati atau memberikan luka dalam diri orang lain, maka itu merupakan prioritas yang perlu dibenahi, karena hal itu bisa menghambat rahmat Tuhan masuk dan mempermudah urusan-urusan kehidupan kita secara tidak langsung.

Menyalurkan Cinta dengan Mencintai Diri

Jeritan-jeritan sel yang merasa terzalimi oleh pilihan sikap dan perilaku kita tersebut akan direspons oleh semesta, sehingga ia akan membuat apa yang kita kerjakan terdampak. Bahasa psikologinya ialah ibarat kita naik mobil mewah dengan segala fasilitasnya yang oke (mulai dari mesin bagus, interior yang mewah, tangki penuh), namun kondisinya mobil itu justru kita rem. Rem ini asosiasinya adalah gudang emosi kita yang belum dibenahi dari hal-hal seperti kemarahan, kesombongan, rasa iri dengki, hingga kepalsuan yang masih tampak dan melekat dalam diri kita masing-masing.

Merespons hal ini, latihan sederhana yang bisa dilakukan untuk meredam poin-poin di atas ialah dengan membiasankan salam sepenuh cinta, yakni memandang apa pun yang ada dan terjadi dengan mendoakan kebaikan untuk apa yang kita lihat dan temui.

Ketika pembiasaan itu sudah dilakukan, maka praktik menyalurkan cinta akan terasa lebih mudah. Ketika kita menyalurkan cinta (sending love), apalagi saat kita sudah berada dalam kondisi sadar napas cinta, maka saatki kta bernapas akan otomatis menyalurkan cinta untuk apa pun dan bagaimana pun orang dan kondisi yang kita temui.

Bentuk konkret dari penyaluran cinta ini pada aplikasinya ialah melalui cinta terhadap diri sendiri. Dengan kita mencintai diri sendiri, maka hal-hal yang tergolong menzalimi diri sendiri itu nanti akan berubah dengan sendirinya. Contohnya kita akan merasa sulit untuk marah, tidak memiliki rasa iri dengki terhadap sesama, dan lain sejenisnya.

Rumus sederhana yang saling terkait dan bersambung ialah saat kita membersihkan dan membenahi gudang emosi dan mencintai diri sendiri, maka rezeki akan mengejar kita. Rezeki itu akan mencari pribadi yang penuh cinta, dan manusia yang memancarkan cahaya cinta itu akan menjadi magnet bagi rezeki untuk datang. Tak berhenti di situ, orang yang paling bahagia di dunia itu adalah orang yang mencintai dirinya sendiri. Sebaliknya, orang yang paling tidak bahagia itu mereka yang menzalimi dirinya sendiri. Fitrah hidup itu pada dasarnya bahagia dan membahagiakan.

Menyalurkan Cinta dengan Mencintai Diri

Mencintai diri dan menyalurkan cinta pada bagian ini merupakan sarana dan prasarana yang dibutuhkan agar fitrah kehidupan itu dapat terwujud dalam diri manusia. Menzalimi orang lain pada hakikatnya sama dengan menzalimi diri sendiri. Begitu pula marah ke orang lain berarti marah ke diri sendiri. Untuk itu, mari kita melatih diri untuk mencintai diri sendiri, sehingga dengan itu kita bisa menyalurkan cinta ke orang lain dan alam sekitar kita.

Penulis: Indra Hanjaya - Chairman


Leave a Reply