Rangkaian program Suluh Nusantara 2024 memasuki sesi keenamnya pada Senin, 23 Desember 2024. Setelah lima pertemuan sebelumnya telah mengelaborasi banyak hal, maka pada pertemuan keenam ini aspek yang diketengahkan sebagai pembahasan ialah Budaya dan Teknologi Nusantara bersama Sabrang Mowo Damar Panuluh, seorang budayawan, musisi, founder dari platform Symbolic.
Dalam tajuk Kebangkitan Peradaban Nusantara yang diangkat sebagai tema utama Suluh Nusantara 2024, budaya dan teknologi menjadi hal yang penting untuk dibahas. Topik ini berkaitan dengan bagaimana sebenarnya imaji peradaban luhur berdasarkan ekspresi, seni, bahasa, dan teknologi manusia Nusantara.
Sebelum memasuki sesi inti pembahasan, peserta diajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi 3 Stanza gubahan Wage Rudolf Supratman secara bersama-sama sebagai upaya untuk membangkitkan semangat dan jiwa nasionalisme segenap orang yang hadir. Ritual ini terasa penting, karena alunan musik sendiri berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan sistem kepercayaan dalam diri seseorang.
Dalam sambutannya, Coach Sri Herlina, Direktur Panca Olah Institute, mengucapkan terima kasih kepada Sabrang Mowo Damar Panuluh yang membersamai program Suluh Nusantara, serta kepada para peserta yang telah mengikuti rangkaian kegiatan dari pertemuan pertama hingga sesi terakhir nantinya.
"Budaya dan teknologi Nusantara ini merupakan topik yang sangat menarik. Ke depannya kami (Panca Olah Institute) juga akan rutin mengadakan program-program rutin seperti ini, yang mengangkat budaya-budaya Nusantara dari sudut pandang lain. Sudut pandang psikologi yang berkaitan dengan budaya Nusantara," ungkap Coach Lina.
Mengawali paparannya, Sabrang Mowo Damar Panuluh atau lebih akrab disapa dengan Sabrang ini mengajak para peserta untuk memahami asal muasal dari konsep yang hari ini kita kenal seagai budaya hingga teknologi. Semua konsep itu ada hubungannya. Teknologi, menurut Sabrang, tidak muncul secara tiba-tiba. Terjadi sebuah stabilitas yang bisa direkomendasikan, dan sekarang yang membuat stabilitas itu adalah hukum.
Sebagai contoh, pada mulanya dulu manusia berkumpul membentuk sebuah organisasi, lalu dari situ muncul gagasan soal demokrasi, teokrasi, dan lain sebagainya. Namun, perlu diingat bahwa dari semuanya itu tentu ada aturan mainnya (rule of the game).
Tradisi dan budaya merupakan dua hal yang berbeda. Manusia secara individu memiliki kebiasaan (habit). Ketika individu melakukan sebuah kegiatan bersama tanpa dijelaskan maknanya, maka hal itu kemudian disebut sebagai budaya.
Budaya sendiri bersifat horizontal. Menggunakan sosial media berupa Instagram, TikTok, dan sebagainya itu termauk ke dalama budaya, karena ia punya naluri yang lain dan kemudian muncul menjadi budaya. Di sisi lain, tradisi sifatnya lebih ke vertikal. Ia merupakan warisan turun-temurun dari nenek moyang atau sejenisnya. Contoh dari tradisi misalnya ialah tari piring, dan lain sebagainya.
Hampir semuanya awal kemunculannya berasal dari budaya, kemudian diturunkan menjadi tradisi. Budaya memiliki fungsi tertentu dalam menjaga stabilitas. Ada konsep makna dan ekspresi, sehingga bisa diiturunkan. Di balik itu, ia memiliki makna yang mana hal ini bisa membuat masyarakat bisa menjadi stabil.
Jika budaya sudah tidak mengandung makna dan ekspresi, maka sejatinya hal itu sudah kehilangan esensinya. Ekspresi saja tanpa ada makna juga tidak bisa disebut budaya. Contoh budaya Jawa yang mengajarkan ekspreksi sekaligus makna ialah tradisi jaranan yang mengajarkan proses menyucikan diri dalam bentuk wudhu.
Di sisi lain, Sabrang juga mengurai apa makna dari teknologi. "Teknologi itu berangkatnya dari pemahaman komunal terhadap model dunia. Dia memodelkan dunia dalam kepalanya, sehingga dia bisa berlaku di dunia nyata secara lebih efektif," ujar Dewan Pembina Kitiran Foundatioan tersebut.
Sebagai contoh, misalkan ada 600 kata untuk mendeskripsikan unta maka itu masuk di akal, karena ia bersentuhan dengan unta. Kalau menggunakan bahasa Jawa, tentu itu akan susah menurut Sabrang, sebab Jawa itu sangat alam. Nama pohon, misal di belakang telinga saja ada bahasanya tersendiri.
Hal ini berhubungan langsung dengan bagaimana sebuah kelompok masyarakat itu bertahan (survival) untuk kemudian memberi jalan dunia yang diakui secara komunal. Contohnya jika kita sakit itu ada model dunianya yang mengatakan itu akibat kemasukan jin, sementara teori modern menyatakan itu merupaka virus yang datang ke dalam tubuh.
Sebuah kelompok memiliki teori bagaima sebuah teori bekerja. Inilah yang disebut sebagai kosmos ilmu yang akan menghasilkan teknologi. Tanpa adanya kosmos, teknologi tidak akan bisa terbentuk. Pencampuran ilmu dan realitas juga menjadi hal yang penting, karena tanpa hal itu maka yang ada hanya respons keadaan saja.
Semua kosmos ilmu pasti mengalami ketidaklengkapan. "Tidak bisa membedakan benar atau salah, misalnya sains itu punya aksioma yang membuat tidak bisa (exclusion of the middle), dalam sains itu tidak bisa ngomong benar atau salah atau di tengah-tengah. Harus antara itu, sebab tanpa konsistensi, maka ia tidak bisa dibangun," ungkap Sabrang yang juga Founder Symbolic ID.
Dalam konteks Nusantara, bagaimana cara kita memandang alam serta dunia tentu bahasanya tidak seperti sains yang sekarang. Ilmu yang terdahulu pasti tidak begitu mereka punya caranya. Mereka punya dunia yang tidak sederhana dan memiliki kompleksitas yang tinggi.
Oleh karenanya, muncul misalnya praktik menyatukan batu meteor dengan jenis besi tertentu. Ini hanya muncul di kosmos ilmu Nusantara. Hal ini tidak bisa dibangun kalau tidak memiliki dasar aksioma yang jelas. Pohon ilmu menghasilkan teknologi yang bisa bermanfaat unutk banyak orang.
Gambaran lain ialah terkait bagaimana ilmu Jawa aksiomanya sama sekali berbeda dengan sains. Watak sains itu sangat menahan dari sesuatu yang disebut dengan spiritual. Bahkan spiritual tidak boleh disenggol, karena itu hanyalah urusan gereja.
Alhasil, sains yang berkembang beitu kuat dan berkaitan dengan urusan fisik, karena teknologi yang keluar bersifat fisikal. Sedangkan, kalau dalam ilmu Jawa aksioma spiritual, pikiran, dan fisiknya juga ini menghasilkan teknologi yang sama-sama berbeda, sehingga kemudian jika dipresentasikan bisa jadi tidak dianggap teknologi.