Menghidupkan Kartini, Menyalakan Lentera Peradaban

SABTU, 23 APRIL, 2022

Menghidupkan Kartini, Menyalakan Lentera Peradaban

Tepat di Hari Kartini, Panca Olah Institute kembali melanjutkan program Suluh Nusantara. Pada edisi keempat yang dilaksanakan Kamis, 21April 2022, tema yang diangkat ialah tentang pemikiran dan gagasan Raden Ajeng Kartini, seorang figur perempuan yang menjadi simbol emansipasi perempuan di negeri ini.

Suluh Nusantara sendiri hadir sebagai salah satu ikhtiar untuk menanggulangi amnesia historis yang banyak terjadi di kalangan pemuda dengan penelusuran kembali khazanah pemikiran dan gagasan para tokoh pendahulu, sebagai bahan untuk merajut kembali peradaban yang luhur nan agung berdasar paradigma Nusantara.

Mengawali acara, Indra Hanjaya selaku Founder Panca Olah Institute menyampaikan dalam sambutannya bahwa program Suluh Nusantara dibuat dengan tujuan untuk menyalakan api peradaban yang muncul dari Nusantara dengan kembali menggali warisan-warisan intelektual maupun spiritual yang pernah ditinggalkan oleh tokoh-tokoh Nusantara terdahulu.

“Peradaban yang besar akan terlihat dari lahirnya seorang anak yang lahir dari rahim seorang ibu. Kunci dari terbentuknya generasi baru negeri ini ke depan ialah ibu, karena ia merupakan madrasah bagi anak-anaknya,” ungkap Coach Jaya.

Raden Ajeng Kartini

Bertemakan “Menghidupkan Kartini, Menyalakan Lentera Peradaban”, pembahasan utama utama yang hendak dikedepankan ialah bagaimana pokok-pokok pikiran Kartini dan spirit perjuangan yang ia bawa, serta sejauh mana relevansi dari apa yang telah diwariskan oleh Kartini di masa sekarang.

Ditemani oleh Sarah Monica, seorang penulis esai dan puisi sekaligus anggota Lesbumi PBNU, diskusi dalam rangka membedah pemikiran Kartini tersebut berjalan secara hidup, interaktif, dan membuka cakrawala pengetahuan maupun kesadaran khalayak umum.

Secara biografis, Kartini merupakan anak dari pasangan Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan M.A. Ngasirah. Ia memiliki kakak laki-laki bernama Raden Mas Sosrokartono. Sedangkan, saudari perempuan Kartini ialah Raden Ajeng Roekmini dan Radeng Ajeng Kardinah.

Di awal uraiannya, Sarah Monica mendedah gagasan Kartini secara rinci, mulai dari kritiknya terhadap feodalisme Jawa, perjuangan emansipasi perempuan, kecaman atas kolonialisme, benih awal gerakan nasionalisme, hingga perannya dalam menggagas pendidikan karakter.

“Pendidikan bukan sekadar untuk mengasah kecerdasan intelektual, melainkan juga berfungsi untuk membentuk karakter,” ujar Sarah mengutip poin pemikiran Kartini.

Raden Ajeng Kartini

Salah satu ide Kartini yang progresif pada zaman itu ialah keinginannya untuk membentuk sekolah perempuan. Sayangnya, baru ide ini baru berjalan setengah, Kartini kemudian meninggal dunia. Cita-cita Kartini untuk membentuk sekolah bagi perempuan ini kelak diwujudkan oleh adiknya yang bernama Raden Ajeng Kardinah.

Dibantu oleh suaminya yang juga merupakan Bupati Tegal, Raden Mas Reksoharjono, Kardinah mendirikan Sekolah Kepandaian Putri pada tahun 1916 yang diberi nama Wisma Pranowo.

Sebagai sosok yang melek literasi, salah satu hobi Kartini pada masa itu ialah melakukan korespondensi surat dengan teman-temannya dari berbagai negara. Beberapa nama yang rutin berkirim surat dengan Kartini di antaranya Marie C.E. Ovink-Soer, J.H. Abendanon, dan Estella H. Zeehandelaar.

Dalam surat-menyurat itu, Kartini membagikan keresahan dan pemikirannya berkaitan dengan peristiwa dan fenomena yang terjadi di negerinya. Tak jarang suratnya bersifat keras dan menohok, namun di saat lain ia menunjukkan nada kelembutan yang khas.

Sebagai contoh, dalam suratnya kepada Stella tertanggal 25 Mei 1899, Kartini mengatakan:

"Saya ingin sekali berkenalan dengan gadis modern yang berani, yang dapat berdiri sendiri, yang menarik hati saya sepenuhnya, yang menempuh jalan hidupnya dengan langkah cepat nan tegap. Gadis yang selalu bekerja tidak hanya untuk kepentingan dirinya sendiri saja, tetapi juga berjuang untuk masyarakat luas, bekerja demi kebahagiaan banyak sesama manusia."

- Raden Ajeng Kartini

Lebih lanjut, Sarah Monica mengutarakan bahwa menghidupkan Kartini sebagai ikhtiar untuk menyalakan lentera peradaban bisa dilakukan dengan memosisikan Kartini sebagai ide perubahan.

Ide perubahan ini mengandung dua hal pokok, yakni kontribusi dan kontekstualisasi. Makna kontribusi di sini ialah bahwa perempuan dapat berperan aktif dalam arus zaman yang tengah berubah. Sedangkan, kontekstualisasi berarti perempuan sebagai kunci peradaban yang bermula dari lingkup keluarga.

Raden Ajeng Kartini

Jika dua hal ini bisa diaktualisasikan dengan tepat, maka di saat itulah akan muncul sosok-sosok Kartini baru dengan keunikan dan keotentikannya yang berfungsi sebagai suluh (baca: penerang) bagi masyarakat sekitarnya.


Leave a Reply