Rangkaian program Suluh Nusantara 2024 sesi keempat telah diadakan pada Minggu, 10 November 2024. Dalam pertemuan kali ini, topik utama yang dibahas berkaitan dengan Psikologi Nusantara bersama Prof. Dr. Achmad Syahid, Guru Besar Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus Founder Rumah Polymath.
Masih dalam rangkaian tajuk Kebangkitan Peradaban Nusantara yang diangkat sebagai tema utama Suluh Nusantara tahun 2024, psikologi dipilih sebagai salah satu dari tujuh topik yang bertujuan untuk memahami akar jati diri dan budaya bangsa Nusantara. Pemahaman mengenai psikologi yang holistik, bukan hanya sebatas pikiran dan perilaku, penting untuk diketengahkan agar masyarakat kembali menengok khazahan psikologi Nusantara yang begitu kaya.
Sebelum memasuki sesi inti pembahasan, peserta diajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi 3 Stanza gubahan Wage Rudolf Supratman secara bersama-sama sebagai upaya untuk membangkitkan semangat dan jiwa nasionalisme segenap orang yang hadir. Ritual ini terasa penting, karena alunan musik sendiri berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan sistem kepercayaan dalam diri seseorang.
Coach Sri Herlina dalam sambutannya selaku Direktur Utama Panca Olah Institute menyampaikan rasa syukur serta rasa terima kasih kepada Prof. Syahid yang bertindak sebagai narasumber pada malam itu. Ia juga mengungkapkan tema psikologi Nusantara menjadi salah satu aspek yang penting untuk dibahas, oleh karena itu Coach Lina menyadari pentingnya memilih narasumber yang tepat untuk mengulas hal ini.
Sementara itu, Coach Indra Hanjaya sebagai Founder dari Panca Olah Institute juga memberikan keynote speech sebelum sesi pembahasan dimulai. Rasa kebahagiaan ia ungkapkan atas pertemuan malam hari itu bersama Prof. Syahid dalam kegiatan Suluh Nusantara. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan tujuan dari kenapa hal ini dilakukan, yakni sebagai respon karena adanya pergeseran kesadaran yang sedang terjadi di masyarakat luas.
"Berkaitan dengan teknologi jiwa di Nusantara ini sebenarnya sudah begitu kaya. Dulu kami mencari-cari hingga ke luar untuk hal ini, tapi pada akhirnya kami menyadari semuai itu telah ada di dalam," ungkap Coach Jaya saat menyampaikan pentingnya pemahaman akan psikologi Nusantara.
Mengawali sesi pembahasan, Prof. Syahid memberikan beberapa kata kunci dan dasar dalam memahami psikologi Nusantara lebih jauh nantinya. "Kita akan memulai dari pemahaman bahwa jiwa tidak masuk ke tubuh. Kita memiliki banyak hal yang bersifat alamiah. Kemampuan dasar dapat menjadi pondasi awal yang dapat melejitkan potensi yang luar biasa dalam diri manusia," ungkap penulis buku Diskursus Psikologi Islam di Indonesia tersebut.
Setiap manusia memiliki perangkat yang dikenal dengan jiwa. Lalu, ada yang disebut dengan kapabilitas jiwa (berkaitan dengan sifatnya yang mekanik, energik, dan alamiah) serta kapasitas tangki jiwa. Ada beberapa komponen yang termasuk ke dalam poin kedua ini.
Dalam kapasitas jiwa manusia sendiri terkandung sebuah kesadaran. Ada yang disebut dengan awareness (dari diri untuk masyarakat) serta consciousness (dalam diri sendiri). Selain itu, kata kunci penting lainnya ialah intensionalitas (termotivasi dengan besar atau tidak) dan akal budi (penentu harkat dan martabat) yang ada dalam diri manusia.
Pada konteks Nusantara, setiap jiwa manusia Nusantara menduduki peran ini, baik di dalam dan luar individu warga negara, kelompok, organisasi, institusi bertindak sebagai penghubung untuk memperoleh, mengolah, menerjemahkan, dan menyebarluaskan informasi inovasi Nusantara di berbagai bidang.
"Kadang perilaku kita tidak terkontrol dengan baik saat kita merasa tidak memiliki sesuatu, padahal kita memiliki sesuatu yang tidak dimiliki yang lain. Lebih baik kita bercerita tentang kehebatan sehingga otak kita dapat disirami dengan kehebatan yang dapat mendukung jiwa kita untuk berkembang seperti itu daripada berbicara soal hal-hal negatif. Sudah waktunya kita menjadi jubir atas nama sejarah," tegas pria asal Banyuwangi tersebut.
Prof. Syahid kemudian mengutarakan bahwa dalam konteks kehidupan yang di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari karakter inklusif, kosmopolit, dan multikultur. Tidak ada peradaban dunia yang bersifat monokultur, seperti Rusia, Eropa Barat, dan lain sebagainya. Oleh karenanya, ia mengajak masyarakat untuk terbiasa dengan hal tersebut.
Merespons hal ini, ia lalu memberi gambaran posisi Indonesia dalam kancah percaturan global. Pada tahun 2050 kelak, Indonesia diprediksi menjadi salah satu dari lima negara dengan pertumbuhan ekonomi terbesar di dunia bersama Tiongkok, Amerika Serikat, India, dan Brazil. "Saat itu terjadi (Indonesia sebagai negara dengan ekonomi besar), tidak mungkin diserahkan kepada orang yang memiliki jiwa Nusantara hanya setengah-setengah," imbuh Prof. Syahid.
Meskipun demikian, ada beberapa tantangan yang perlu dijawab dengan tepat. Sebagai contoh, ketimpangan yang sedang terjadi, baik dalam konteks pendidikan maupun serapan kerja, di Indonesia angkanya masih tinggi. Saat ini, Prof. Syahid menambahkan, mereka yang tidak berkesempatan mendapat pendidikan yang layak ada di kisaran 65 persen. Tentu ini menjadi tantangan berat jika Indonesia ingin menjadi negara maju.
Selain itu, studi longitudinal yang dilakukan sejak tahun 1930 dan terus berlangsung hingga saat ini menemukan beberapa isu yang perlu direspon manusia dari waktu ke waktu. Beberapa di antaranya ialah berkaitan dengan potensi konflik ruang dan kontestasi ego, migrasi manusia, hingga soal ketahanan mental manusia hari ini.
"Bumi ini kan juga selalu berubah. Mungkin kita tidak mengalami perubahan bentuk dunia, tetapi kesadaran sebagai negara Indonesia yang dianggap menetap, padahal sejatinya tidak menetap," ungkap penulis buku Islam Nusantara: Relasi Agama-Budaya dan Tendensi Kuasa Ulama tersebut.
Kesadaran, intensionalitas, dan akal budi yang menjadi komponen penting jiwa manusia salah satunya bisa dilatih dengan pemberdayaan literasi melalui meningkatkan minat baca. Pada konteks ini Indonesia masih memerlukan perbaikan di banyak aspeknya. Mulai dari akses bacaan hingga pemerataan sumber bacaan yang merata ke berbagai daerah di seluruh Indonesia.
"Indonesia bukan termasuk negara yang suka membaca. Kalau SD, SMP, hingga SMA kita gabung maka bacaan kita mungkin juga tidak terlalu banyak. Bandingkan dengan Vietnam yang di sana mereka memiliki semangat membaca luar biasa, perpustakaan dibangun di banyak tempat, dan adanya parenting terkait betapa banyak manfaat membaca."
Peradaban yang cemerlang pada akhirnya merupakan sintesis dari ilmu pengetahuan, agama, dan masyarakat yang beradab. Ketiganya harus berjalan secara selaras dengan semangat untuk melayani, merangkai ulang, serta pada level lanjutan mentrasnformasi kehidupan manusia agar lebih baik daripada sebelumnya.
Organ jiwa manusia perlu dibekali dengan kekuatan dan karakter yang tangguh. Di antaranya ialah rasa welas asih, empati, kefasihan, hingga merasa dalam kebersamaan. Daya tahan yang perlu dibangun meliputi aspek fisik, mental atau emosional, hingga aspek spiritual.
Pada akhir paparannya, Prof. Syahid kembali mengingatkan pentingnya sinergi antara intelektual, ilmu pengetahuan, kemanusiaan, dan agama untuk terus digaungkan sebagai pilar dari kewarasan dan akal sehat bagi peradaban manusia. Tak cukup di situ, ia juga menekankan betapa penting menjaga kelangsungan hubungan yang baik terhadap alam sekitar tempat manusia hidup.
Diskusi malam itu pun berjalan secara semarak dengan pertanyaan-pertanyaan dari peserta yang beragam. Mulai dari membangun psikologi Nusantara secara komprehensif hingga bagaimana membangun optimisme untuk masa depan Indonesia ke depan.