Menemukan Filsafat Nusantara: Upaya Menelisik Ajaran dan Teladan Hidup Bangsa Nusantara bersama Fahruddin Faiz

RABU, 18 SEPTEMBER, 2024

Menemukan Filsafat Nusantara: Upaya Menelisik Ajaran dan Teladan Hidup Bangsa Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Suluh Nusantara 2024 telah dimulai sejak Selasa, 17 September lalu. Agenda ini merupakan program berkala yang telah diinisiasi oleh Panca Olah Institute sejak dua tahun lalu. Fokus pembahasan yang diangkat dalam program ini ialah bagaimana menggali khazanah Nusantara, baik dalam pustaka keilmuan maupun aspek terapannya.

Jika dua edisi sebelumnya mengetengahkan tokoh-tokoh penting dalam sejarah bangsa dan peradaban Nusantara, maka pada tahun ini pendekatan yang dipilih ialah tematik berdasar tema-tema yang telah dikurasi dalam mengenal dan memahami akar peradaban Nusantara. Tajuk utama yang diangkat ialah Kebangkitan Peradaban Nusantara.

Sesi pertama dari rangkaian tujuh pertemuan tersebut membahas tentang Filsafat Nusantara bersama Dr. Fahruddin Faiz, pengampu Ngaji Filsafat, penulis buku-buku bertemakan filsafat maupun turunannya serta seorang dosen yang mengajar di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.

Pamflet Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Sebelum memasuki sesi inti pembahasan, peserta diajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi 3 Stanza gubahan Wage Rudolf Supratman secara bersama-sama sebagai upaya untuk membangkitkan semangat dan jiwa nasionalisme segenap orang yang hadir. Ritual ini terasa penting, karena alunan musik sendiri berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan sistem kepercayaan dalam diri seseorang.

Mengawali kegiatan, Sri Herlina selaku Direktur Utama Panca Olah Institute menyampaikan pentingnya mengenali diri, baik dalam konteks pribadi maupun kebangsaan. Oleh karena itu, Suluh Nusantara 2024 sebagai program rutin yang telah dikurasi sedemikian rupa bertujuan untuk menghadirkan wadah bagi khalayak umum dalam menggali khazanah keilmuan dan ajaran luhur yang bertujuan untuk menyongsong kebangkitan peradaban Nusantara

Keynote speaker juga disampaikan oleh Coach Indra Hanjaya, Founder dari Panca Olah Institute. Sebagai pembuka, ia menyamapikan bahwa tahun 2024 merupakan waktu di mana terjadi loncatan transformasi spiritual, di mana orang mulai berbondong-bondong bertransformasi secara spiritual atau kesadaran. Akan tetapi, ia juga menyampaikan kekhawatirannya bahwa spiritualitas itu dibawa ke arah yang salah.

Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Atas dasar itulah, kebangkitan nilai kenusantaraan harapannya dapat muncul dari dalam diri kita yang membutuhkan pembimbing, karena kemana pun perjalanan yang kita jalankan ujungnya kita akan kembali ke dalam. Maka yang pentingnya bukanlah mengisi ember dengan air, tetapi menyalakan api dalam diri. Sebagaimana api, kita harus mampu menjadi pribadi yang menyala, sehingga dapat menjadi penerang bagi diri kita maupun bagi lingkungan sekitar.

Memasuki sesi inti, Fahruddin Faiz mengawali dengan pentingnya membahas kerangka Filsafat Nusantara terlebih dahulu agar kita dapat mengetahui isi gagasan nusantara itu ada dimana. Kenapa menemukan? Sebab selama ini hal itu sudah ada, tapi kita sering terlewat karena terlalu sibuk.

"Filsafat itu sering dimulai dengan antologi, apa dan siapanya. Apa yang kita maksud dengan filsafat nusantara? Saya tidak tahu setiap ada filsafat Nusantara muncul itu yang terbayang adalah filsafat masa lalu yang adiluhung. Namun, penting dicatat bahwa ia tidak hanya masa lalu yang dapat kita sebut sebagai Nusantara itu. Termasuk jika hari ini ada tokoh yang memiliki ide khas Nusantara juga tidak boleh kita lewatkan dari bagian dari filsafat nusantara. Filsafat nusantara itu ya ada klasik, modern, kontemporer. Harus utuh membacanya," ujar pria asal Mojokerto tersebut.

Lebih lanjut, Fahruddin Faiz juga menegaskan bahwa Nusantara ini plural sekali dengan gagasan yang beragam. Semua yang berkembang di Nusantara bisa disebut sebagai filsafat Nusantara yang memiliki ciri khas masing masing. Mulai dari Padang, Sulawesi, Jawa, dan daerah lainnya.

Filosofi-filosofi yang berkembang di nusantara itulah yang disebut filsafat nusantara. Filsafat Nusantara itu tidak sekadar satu atau lokal tertentu. Ada orang jawa yang modernis, spiritual, dan lain-lain. Siapa pun yang berada di Nusantara serta memiliki gagasan besar dialah representasi filsuf Nusantara.

Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Secara umum filsuf Nusantara itu merupakan representasi dari lima figur berikut ini. Pertama ialah Sage (orang suci/begawan). Kedua merupakan Cleric (ahli agama, tokoh hindu buddha, hingga walisongo). Ketiga yakni Reformer (para pembaharu seperti Bung Karno, Bung Hatta, dan sebagainya).

Keempat ialah Scholar (para intelektual, dibedakan dengan guru (teacher), hari ini banyak disebut filsuf itu para dosen/akademisi). Scholar itu seorang intelektual. Kelima merupakan Teacher (menurut Antonio Gramsci intelektual tradisional itu gaya teacher yang  bisanya hanya mengajar, sedangkan intelektual organik yang pikirannya nyambung dengan problem masyarakat, jadi tidak hanya ilmu di kelas).

Tak sampai di situ, Fahruddin Faiz juga membedah tipe-tipe pemikiran Nusantara dalam potret gambaran besarnya, yang tentunya berbeda dengan struktur nalar yang berkembang di Barat hingga hari ini. Pertama mengenai Realitas. Barat dikenal dengan corak Positivistik.

"Bagi mereka realitas itu ya hanya realitas materi atau mereka hanya percaya dengan alat dan panca indera. Sementara itu, pemikiran Nusantara menerima yang fisik dan metafisik, alam syahadah dan ghoibi, alam natural dan supranatural. Bahkan hari ini kita juga sedang berada di realitas alam digital, bagaimana menyikapinya agar filsafat nusantara tambah luas lingkupnya," ujar pengampu Ngaji Filsafat di Masjid Jenderal Sudirman Yogyakarta tersebut.

Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Kedua ialah Pengetahuan, yakni epistemologi atau pengetahuannya. Kalau di Barat ilmu dipergunakan untuk tujuan yang bersifat bebas nilai (free vaue). Sedangkan di Nusantara ilmu itu bagian dari pemberdayaan diri untuk menumbuhkan kebijaksanaan.

Jadi tidak hanya science for science, seorang Nusantara ketika memperdalam apa pun tidak sekadar mendalami ilmu, tapi sejauh mana dapat berkontribusi untuk kesejahteraan manusia lahir dan batin. Maka tugas ilmu adalah membentuk kebijaksanaan dalam individu, sehingga ia tidak hanya sekedar berhenti di kebenaran, melainkan berlanjut hingga sampai ke dalam kebijaksanaan.

Kemudian perbedaan dari segi alatnya bisa dilihat bahwa di Barat cenderung positivistik, sementara kalau di Nusantara sering menggunakan akal budi. Jadi tidak sekadar akal, melainkan juga budi. Budi itu kombinasi antara naluri, nurani, intuisi, bahkan imajinasi ketika menyikapi realitas.

Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

"Dunia manusia tidak bisa hitam putih seperti ketika kita memahami benda. Manusia itu bukan satu tambah satu dua. Kita perlu naluri, nurani, kita juga punya intuisi, termasuk simbol-simbol, cerita dongeng dongeng, kekuatan imajinasi dan intuisi yang luar biasa. Orang sering menyebutnya akal budi. Tidak cukup panca indera saja, tapi kombinasi naluri nurani dan imajinasi," imbuh penulis buku Filsafat Moral itu dengan tegas.

Tipe pemikiran ketiga ialah bagaiman Cara Menyikapi Alam. Jika gaya Barat lebih melihat alam semesta sebagai objek, sementara manusia sebagai subjek. Nenek moyang kita melihat alam semesta itu bagian dari diri kita, jadi satu sistem organisme yang utuh, yakni berasal dari alam dan bagian dari alam.

Masing-masing punya peran sendiri, bukan dikotomi antara subjek dan objek. Nasib objek berarti tergantung subjek. Tapi ini satu sistem yang kalau alam kacau, maka manusia juga kacau. Seperti laptop, semua pelengkap itu kan namanya satu sistem. Laptop dikurangi keyboard tidak bisa disebut laptop. Gaya nusantara melihat hubungan dirinya dengan alam itu sistemik seperti ini dalam satu kesatuan sistem.

Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Keempat mengenai Cita-Cita Hidup. Gaya pemikiran Nusantara lebih memimpikan hidup yang harmonis selaras dengan alam kesederhanaan. Adapun di Barat biasanya selalu bersifat ambisius. Masyarakat di Nusantara ini lebih mengutamakan kenyamanan harmonis, tidak berlebihan atau sederhana saja.

"Apakan orang Nusantara tidak ingin maju? Ya pengen, hanya saja titik tekan tidak disitu. Jangan sampai demi kemajuan mengorbankan ketenangan hidup. Kalau di Barat chaos tidak apa-apa yang penting maju, berbeda dengan manusia di Timur yang lebih mengedepankan perdamaian," tegas Fahruddin Faiz

Selanjutnya tipe pemikiran Kelima mengenai Status Manusia. Di Nusantara manusia hadir di muka bumi tidak hanya untuk mengejar kesenangan dirinya, melainknan juga mengemban tanggung jawab dengan alam semesta, sementara di Barat itu lebih egoistik atau antroposentris yang apa-apa untuk kepentingan manusia. Adapun di Timur di balik, yakni manusia punya kepentingan apa-apa. Kita mendapatkan amanah untuk mengelola bumi ini, jadi tidak hanya untuk bersenang-senang, melainkan ada tugas yang lebih tinggi dari itu.

Suluh Nusantara 2024 - Filsafat Nusantara bersama Fahruddin Faiz

Pembahasan mengenai filsafat Nusantara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan mengenai paradigma (worldview) pemikiran Nusantara, nilai-nilai filsafat khas Nusantara, kisi-kisi pemikiran yang ada di Nusantara, serta isu-isu yang menjadi pokok bahasan dan berkembang dalam masyarakat Nusantara. Kegiatan malam itu dipungkasi dengan diskusi yang mengasyikkan dari para peseta Suluh Nusantara 2024 dengan Fahruddin Faiz.


Leave a Reply