Memayu Hayuning Bawana: Konsep dan Aktualisasinya dalam Kehidupan Nyata

JUMAT, 29 JANUARI, 2021

Memayu Hayuning Bawana: Konsep dan Aktualisasinya dalam Kehidupan Nyata

Salah satu tolak ukur kemajuan sebuah peradaban dapat diukur dari bagaimana masyarakatnya menjalani dan memaknai kehidupan. Hal ini tentu dilandasi dengan prinsip dan keyakinan tertentu yang menjadi pedoman seseorang dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam lingkup keluarga, desa, kota, hingga negara atau bangsa.

Masyarakat Jawa memiliki kumpulan pedoman dalam mengarungi kehidupan. Dalam bahasa lain, ia disebut dengan filsafat hidup. Salah satunya ialah Memayu Hayuning Bawana, yang artinya membangun kesejahteraan di dunia. Lebih jauh, M. Hariwijaya menjelaskan dalam Filsafat Jawa: Ajaran Luhur Warisan Leluhur bahwa konsep di atas merupakan semboyan untuk selalu menegakkan kebajikan, kebenaran, dan keadilan di dunia.

Patrap hidup tersebut menjadi acuan dalam membangun kesejahteraan masyarakat yang hayu secara lahir dan rahayu secara batin. Hayu dalam leksikologi Jawa bermakna indah, namun jika digali lebih dalam sebenarnya ia berkaitan dengan olah rasa, sehingga diperlukan ketajaman spiritual dalam mengimplementasikan kesadaran tersebut. Kehidupan manusia Jawa sangat dipengaruhi oleh olahing rasa, di mana ia menjadi dasar seseorang dalam bersikap dan bertindak.

Sementara itu, mamayu secara harfiah berarti menjaga atau memelihara. Mamayu tidak mengubah tatanan atau mengganggu keselarasan yang telah ada sebelumnya, namun ia lebih bernuansa harmonisasi dan penciptaan kestabilan. Kesadaran seperti ini terasa penting untuk digaungkan kembali dalam masyarakat modern yang cenderung mengesampingkan alam semesta dalam aktivitas industri besar-besaran yang banyak dilakukan.

Uraian David Walace Wallace-Wells dalam The Uninhabitable Earth: Life After Warming merupakan salah satu bukti bagaimana kondisi alam telah sampai pada taraf mengenaskan akibat ulah manusia yang mengeksploitasinya dalam jumlah besar, tanpa ada upaya reboisasi dan sejenisnya. Oleh karenanya, diperlukan penumbuhan kesadaran bagi manusia zaman sekarang untuk berinteraksi dan bersosialisasi dengan alam secara baik dan benar.

Meskipun demikian, elaborasi lebih lanjut dari falsafah Mamayu Hayuning Bawana akan sampai pada kesimpulan bahwa ia berisikan satu konsep kesadaran kontemplatif yang ditandai dengan pentingnya penyelarasan antara makrokosmos dan mikrokosmos. Dalam tasawuf, ia berhubungan dengan harmonisasi hubungan antara Tuhan, manusia, dan alam semesta. Ibn ‘Arabi misalnya menekankan betapa pentingnya aktivasi dan konektivitas antara ketiga aspek tersebut dalam mewujudkan sosok manusia paripurna (al-insan al-kamil).

Jika kesadaran ini telah terinternalisasi dalam diri seseorang, maka output yang dihasilkan ialah tercapainya pribadi yang berkarakter dan berakhlak mulia. Tak hanya itu, prinsip ini juga berkonsekuensi pada perilaku-perilaku yang mendatangkan kebaikan dan kebermanfaatan bagi sesama manusia maupun alam sekitar.


Leave a Reply