Lailatul Qadar dan Pengampunan Tuhan

SELASA, 18 APRIL, 2023

Lailatul Qadar dan Pengampunan Tuhan

Ramadhan merupakan salah satu bulan yang diberkati dalam setahun bagi umat Islam, bulan di mana Allah memberikan kesempatan bagi hamba-hambanya yang selama ini lalai untuk mengencangkan tali agar giat beribadah dan menjalankan praktik-praktik penghambaan secara layak.

Bagi masyarakat umum, Ramadhan juga sering kali diasosiasikan dengan waktu di mana Tuhan menebar keberkahan yang begitu luas di berbagai tempat kepada siapa pun yang Dia kehendaki.

Gambaran nyata dari hal ini misalnya nampak dari menjamurnya pedagang dadakan di sore hari menjelang waktu Maghrib, dan ajaibnya setiap orang yang berjualan mendapatkan rezekinya masing-masing dengan pembeli yang berbeda-beda.

Stigma Ramadhan sebagai bulan yang penuh berkah tentu tidak salah. Akan tetapi, terdapat satu pemaknaan baru yang bisa kita gunakan untuk Ramadhan yang akan datang agar ada peningkatan level kesadaran yang bisa digunakan dalam hidup kita, yakni Ramadhan sebagai bulan prihatin yang dari hari ke hari itu kita mengisinya dengan mengambil jarak dari kesenangan dan kepuasan duniawi, baik dari segi makanan, waktu tidur, dan seterusnya.

Selain Nuzulul Qur'an yang menjadi salah satu malam istimewa dalam bulan Ramadhan, terdapat satu malam lain yang juga sering diburu oleh mayoritas umat Islam untuk diseriusi dengan ragam bentuk ibadah ritual di dalamnya. Ya, dialah Lailatul Qadar. Malam yang konon dikatakan lebih baik dari seribu bulan atau setara dengan 83 tahun 4 bulan persisnya.

Lalu apa sebenarnya makna dari Lailatul Qadar? Apa yang kita cari dari malam Lailatul Qadar? Kapan sejatinya malam Lailatul Qadar terjadi? Seperti apa mekanisme dan proses terjadinya Lailatul Qadar? Sejauh mana ia berpengaruh dalam kehidupan kita ke depan?

Beberapa pertanyaan di atas perlu kita renungkan agar kita tidak salah atau keliru dalam memahami arti Lailatul Qadar itu sendiri. Secara bahasa, Lailatul Qadar terdiri dari dua kata, "laylat" dan "al-qadr." Untuk makna dari akar kata pertama (laylat), mungkin ia sudah jamak dipahami dengan makna "malam."

Sedangkan untuk arti kata dari al-qadr, terdapat beberapa makna yang bisa digunakan untuk menerjemahkannya. Beberapa ulama seperti Abdullah bin Abbas, Hasan al-Basri, Mujahid, dan Qatadah mendefinisikan al-qadr dalam konteks malam suci ini sebagai 'takdir/keputusan' (qadar).

Bagi mereka, hal ini berarti pada malam itulah nasib setiap orang diputuskan. Ini akan menjadi malam di mana rezeki seseorang, umur, dan hal-hal penting lainnya akan disegel untuk tahun yang akan datang. Dalam arti tertentu, ini adalah malam ketika nasib seseorang 'diunduh' dari langit.

Ulama lain mendefinisikan makna al-qadr sebagai 'kekuatan.' Mirip dengan pandangan ini adalah interpretasi al-qadr sebagai 'kekuatan' di mana amal saleh malam jauh lebih kuat daripada malam lainnya.

Dalam pandangan ini, karena pengetahuan tentang malam bukanlah syarat untuk mencapai kesejahteraan dari malam, maka seseorang tidak diharuskan untuk memahami konsep takdir atau ketetapan untuk mencapai pahala ibadah pada malam ini. Yang perlu mereka lakukan hanyalah melakukan ibadah pada malam itu.

Arti lain dari al-qadr dalam konteks Lailatul Qadar melibatkan makna 'pembatasan.' Hal ini dipahami untuk menunjukkan bahwa bumi menjadi terbatas ketika malaikat turun ke bumi pada malam suci menempati muka bumi.

Turunnya malaikat ini dirujuk dalam Al-Qur'an, dan karena malaikat biasanya diasosiasikan dengan konsep-konsep seperti cahaya, petunjuk, dan berkah, itu adalah simbol betapa agungnya Lailatul Qadar. Selain itu, karena malaikat menduduki tempat tertinggi yang ada di langit, mereka dijelaskan dalam Al-Qur'an sebagai dekat dengan Tuhan.

Namun pada Lailatul Qadar, mereka meminta izin dari Tuhan untuk turun ke bumi sebagai pengakuan atas nikmat ilahi yang Tuhan tempatkan di bumi selama malam ini. Dalam satu riwayat, Nabi Muhammad saw menyatakan: “Sesungguhnya malaikat pada malam ini sebanyak kerikil di bumi.”

Mengenai waktu terjadinya Lailatul Qadar, hal ini menjadi salah misteri Tuhan yang rasanya ia menjadi hikmah agar manusia, khususnya kaum Muslim, getol beribadah setiap harinya. Meskipun disebutkan bahwa ia bertempat pada 10 hari terakhir di bulan Ramadhan, tidak ada kepastian waktu dan malam di mana ia benar-benar akan turun.

Penting untuk diperhatikan juga anugerah berupa Lailatul Qadar yang mungkin kita terima adalah hasil dari proses pendakian panjang yang dimulai sejak bulan Rajab, Sya'ban, hingga Ramadhan. Dengan metafor proses menanam tumbuhan, Rajab merupakan titik awal di mana kita mulai menanam bibit sebuah tanaman, Sya'ban adalah waktu kita memupuk dan menyirami tanaman itu, dan Ramadhan ialah saat kita menuai dan memetik buahnya.

Atau jika diibaratkan dengan ilustrasi proses pendakian gunung, Rajab adalah pintu masuk untuk memulai proses pendakian yang biasanya dimulai di kaki gunung, kemudian Sya'ban merupakan tahapan di mana kita sudah mulai melakukan pendakian (mungkin berada di tengah-tengah), dan Ramadhan ialah perjalanan terjal nan curam untuk menancapkan kaki di puncak gunung tersebut.

Lantas bagaimana dengan riwayat yang menyebutkan bahwa ia terjadi pada 27 Ramadhan setiap tahunnya? Memang ada beberapa riwayat dari para sahabat bahwa malam Lailatul Qadar tidak berpindah dari hari-hari ganjil, yakni 27 Ramadhan saja. Dari sudut pandang lain, alasan mengapa 27 Ramadhan diyakini sebagai waktu terjadinya Lailatul Qadar ialah karena tingkat energi dan vibrasi yang terkandung di malam ini merupakan puncak/titik kulminasi dari keseluruhan dari di bulan Ramadhan.

Keyakinan bahwa Lailatul Qadar terjadi pada 27 Ramadhan misalnya disampaikan oleh Ibn 'Abbas, Ubay bin Ka'ab, Umar bin Khattab, dan Hudzaifah. Sebagai contoh, berikut riwayat hadis oleh Muslim yang menarasikan tentang kesaksian dari Ubay bin Ka'ab:

“Ubay bin Ka’b berkata tentang Lailatul Qadar: ‘Demi Allah saya mengetahui Lailatul Qadar. Pengetahuan saya yang terbanyak adalah malam saat Rasulullah saw memerintahkan kepada kami agar melakukan ibadah di malam tersebut, yaitu 27 Ramadhan.'”

- HR. Muslim

Terlepas dari perbedaan waktu terjadinya Lailatul Qadar, hal yang penting untuk kita perhatikan ialah apa yang perlu kita lakukan dalam menyambut datangnya malam penuh kemuliaan ini? Mengenai hal ini, Aisyah ra. pernah bertanya kepada Nabi Muhammad apa yang harus dia katakan dalam doa jika dia bertemu Lailatur Qadar?

Rasulullah kemudian menjawab dengan mengatakan sebagai berikut: اللَّهُمَّ إِنَّكَ عَفُوٌّ تُحِبُّ الْعَفْوَ فَاعْفُ عَنِّي (Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul-'afwa, fa'fu 'anni). Artinya: Ya Allah, Engkau Maha Pengampun dan mencintai orang yang meminta maaf, maka maafkanlah aku. Dari percakapan antara Aisyah dan Nabi Muhammad di atas terkandung sebuah makna penting yang perlu kita resapi secara mendalam. Bahwa ternyata hal terpenting yang perlu kita mohon dengan serius dalam Lailatul Qadar ialah pengampunan Tuhan, bukan segudang keperluan duniawi yang serba material itu.

Mengapa bisa begitu? Sebagai manusia, kita cenderung melakukan kesalahan kecil dan besar. Selama kita ada di bumi ini, kita cenderung melakukan dosa (bayangkan saja apa yang telah kita lakukan dengan mata, tangan, kaki, telinga, mulut kita sepanjang hari). Bertambahnya hari sangat erat kemungkinannya dengan bertambahnya dosa-dosa kita pula.

Lalu bagaimana mungkin Tuhan akan menganugerahkan nikmat dan karunia-Nya jika diri kita masih kotor dan berlumur dosa? Oleh karena itu, diperlukan pembersihan, pemurnian, dan penyucian jiwa agar wadah dalam diri kita kelak layak jika pada waktunya akan menerima limpahan karunia dari Tuhan. Malam istimewa ini adalah malam di mana kita diberi kesempatan untuk diampuni segala dosa kita. Bukankah itu hal yang menakjubkan?

Di samping itu, pada akhirnya kita juga harus memahami bahwa Allah SWT adalah pemilik malam, penguasa alam semesta, dan mampu memberikan apa pun kepada siapapun.Saat kita memotivasi diri untuk mencari Lailatul Qadar, kita juga harus menyadari bahwa Allah dapat memberikan pahala di luar malam ini dan di luar bulan ini sesuai dengan kehendak-Nya.

Selain itu, yang terpenting bagi kita adalah mencari dan memperoleh ridha-Nya (mardhaatillah) dalam segala tindakan kita. Semoga Allah menerima amal kita di bulan ini, dan memperkenankan kita bertemu di malam istimewa Lailatul Qadar. Semoga kita juga termasuk orang-orang yang diterima doanya, diampuni dosa-dosanya, dan ditingkatkan ketakwaannya.


Leave a Reply