Kesadaran sebagai Olah Laku Spiritual

SENIN, 10 JULI, 2023

Kesadaran sebagai Olah Laku Spiritual

Kehidupan yang kita jalani pada kesehariannya, disadari atau tidak, selalu diliputi oleh nikmat dan anugerah dalam skala yang kecil hingga besar. Kenikmatan masih bisa berkumpul dengan keluarga dan orang-orang yang kita sayangi hingga anugerah kesehatan yang memungkinkan kita untuk beraktivitas secara normal.

Pada spektrum yang berbeda hal ini juga terjadi kepada orang-orang yang tak lelah untuk belajar dan menuntut ilmu. Setidaknya ada dua hal yang dijanjikan oleh Allah jika kita mendatangi majelis ilmu, yakni digugurkan dosa-dosa kita terdahulu serta akan diangkat derajatnya atas izin dan kuasa Allah.

Apa yang sering kali luput dari diri manusia adalah kemampuan untuk menyadari serta mensyukuri setiap hal yang datang dalam hidupnya. Untuk itu, sesekali rasanya perlu bagi kita untuk menyadari hal-hal tersebut, sehingga pada tahap selanjutnya kita bisa memperbesar otot syukur dalam diri kita.

Pernahkah kita menyadari sisa umur kita saat ini? Pernahkah kita menyadari bahwa apa yang kita beratkan (harta, keluarga, jabatan, dan sejenisnya) hari ini pasti akan lepas dari genggaman kita? Sudahkah kita menyadari bahwa kehidupan di dunia yang kita banggakan ini suatu saat pasti akan kita tinggalkan dan berakhir?

Seringkali, sebagian manusia terlampau berlebihan dalam mengandalkan ilmu dan amal yang mereka punya. Padahal, ilmu dan amal kita tidak akan pernah cukup untuk menebus anugerah dan nikmat yang kita rasakan dari Tuhan. Hanya dengan kesadaran yang layaklah kita bisa berterima kasih dan mensyukurinya.

Penting untuk kita ketahui bahwa di dalam diri kita terdapat tiga setengah lingkaran yang berbentuk spiral, yang mana dalam struktur itulah terkandung nilai kita. Secara anatomi tubuh, ia terletak di tulang ekor setiap manusia. Dari titik pijak itulah kesadaran seseorang bisa bangkit, sejauh mana ia melatih dan mengembangkan dirinya.

Secara umum, manusia susah mengontrol hasrat yang ada dalam dirinya, terutama berkenaan dengan nafsu perut dan hasrat seksualnya. Tak heran jika banyak manusia yang kesadarannya lebih rendah dari binatang sekali pun.

Hal ini dikarenakan dirinya masih kalah oleh nafsu kebinatangan (al-nafs al-hayawaniyah). Oleh karena itu, setiap hari kita dihadapkan pada ujian-ujian untuk mengetahui apakah kita bisa melawan kehendak rendah itu, atau justru kita masih sering takluk oleh hasrat hewaniah itu?

Jika kita tahu dan sadar akan hal ini, maka tentunya kita tidak akan mudah menyalahkan orang lain atau kecewa terhadap aspek-aspek yang berada di luar kendali diri kita. Karena bukankah apa yang mendatangi kita selaras dengan bagaimana kualitas diri kita?

Tumpukan sampah yang kotor tentu akan didatangi oleh lalat dan serangga lain yang sering kali kita benci. Sedangkan wangi bunga akan dihinggapi oleh kupu-kupu yang indah. Begitulah mekanisme alam semesta bekerja. Pertanyaan yang harus kita jawab adalah bagaimana kualitas diri kita? Apakah sudah layak untuk mendapat anugerah dari Allah?

Pengendalian akan nafsu adalah kunci penting untuk menaikkan level kesadaran kita. Paling minimal kita harus memiliki skala kesadaran yang berada di atas alat reproduksi atau kemaluan kita, sehingga kita tidak mudah takluk oleh hasrat rendah kebinatangan yang sering mendorong kita untuk bertindak bodoh dan hina.

Selanjutnya, seiring dengan pertumbuhan kesadaran kita, akan ada perubahan cara pandang dalam menghadapi berbagai persoalan. Sebagai contoh, barangkali apa yang dahulu kita sesali pada kemudian hari menjadi hal yang sangat kita syukuri pernah terjadi.

Tentu diperlukan latihan-latihan untuk menumbuhkan kesadaran dengan cara yang beragam. Empat hal pokok yang menjadi titik tumpunya antara lain dengan cara bertaubat secara sungguh-sungguh, menjaga akhlak, menjaga hati, dan meningkatkan intensitas riyadhah spiritual kita.

Memperbaiki kesadaran juga bisa dimulai dengan memperbaiki kata-kata yang terucap dari lidah kita. Bersediakah kita misalnya untuk memberikan tantangan (challenge) kepada diri kita sendiri agar hanya berkata baik dan berhenti mengeluh setiap harinya? Untuk permulaan, Anda bisa mencobanya selama 7 hari, lalu 14 hari, 21 hari, kemudian 40 hari, dan syukur-syukur jika hal itu bisa diterapkan secara kontinyu sepanjang hidup kita.

Gerbang untuk membenahi kesadaran diri kita juga salah satu kunci utamanya ialah dengan melatih respon spontan kita, karena umumnya manusia gagal dalam bab ini. Respon spontan merupakan sikap yang lahir dari dalam diri kita. Misalkan bagaimana respon spontan kita saat melihat tetangga yang sedang kesusahan? Atau bagaimana sikap kita saat melihat orang di pinggir jalan dan merasa kelaparan dan kehausan?

Dari cara-cara di atas itulah kita bisa memperbaiki kesadaran kita. Karena gulungan lingkaran yang ada di tulang ekor itu tidak akan pernah berubah selama kesadarannya belum berubah. Perlu dicamkan pula dalam diri kita bahwa skala kesadaran itu sangat luas. Semakin kita mempelajari dan mendalami kesadaran, maka semakin ia tidak akan menemukan ujungnya.

Namun, ada satu patokan yang bisa kita gunakan untuk merumuskan titik tuju dari kesadaran itu sendiri dalam kehidupan kita. Yakni dengan memahami tujuan penciptaan kita sebagai manusia. Secara mendasar, terdapat empat tujuan penciptaan manusia: mulia, bahagia, berkecukupan, dan bermanfaat.

Dengan memahami titik pijak, titik tumpu, dan titik temu dari kesadaran ini barulah kita bisa mengukur dan melihat ke dalam diri kita sendiri. Bagaimana posisi kita? Apakah kita sudah berada dalam track yang tepat untuk meningkatkan level kesadaran kita? Atau kita masih berkutat dengan nafsu kebinatangan yang liar? Silakan Anda menjawabnya sendiri!

Penulis: Indra Hanjaya - Founder Panca Olah Institute dan Spiritual Life Coach


Leave a Reply