Iman Tauhid Makrifat Islam

SENIN, 6 JANUARI, 2025

Iman Tauhid Makrifat Islam

Majelis Ruang Kesadaran secara luring telah dilaksanakan pada Ahad, 05 Januari 2024 kemarin. Kajian yang akan dilaksanakan secara rutin tiap dua minggu sekali itu meruapakan ruang belajar yang bertujuan untuk mengajak setiap manuis berlatih memulihkan jiwa dan menata hati untuk menggapai hidup yang harmoni. Pembimbing dari kajian yang terbuka untuk diikuti kalangan umum ini ialah Coach Jaya, Founder dari Panca Olah Institute.

Sebagai pengantar, Coach Jaya menyampaikan mengapa kajian ini dibuat pada pagi hari dan rutin dilaksanakan setiap dua minggu sekali. Waktu pagi dipilih sebagai sarana untuk mengakomodasi orang-orang yang bekerja atau memiliki kendala dalam melakukan proses kajian pada malam hari. Selain itu, hal ini juga merupakan amanah yang diberikan oleh guru dari Coach Jaya dalam memfasilitasi lebih banyak orang dalam belajar tentang kedirian.

Di sisi lain, alasan mengapa kajian ini dibuat rutin setiap dua minggu sekali ialah karena siklus manusia itu akan menurun atau akan akan mengalami penurunan kesadaran setiap dua minggu sekali atau lebih tepatnya yakni 14 hari. Sehingga, proses kajian yang diadakan diharapkan dapat menjadi waktu untuk mengisi ulang energi dan kesadaran manusia yang fluktuatif selama dua minggu sebelumnya.

"Saya mungkin di sini bilang majelis ini adalah majelis ruang. Ruang kesadaran serta ruang diri, karena sejarahnya kenapa disebut majelis ruang karena saya selalu ditegaskan sama almarhum ayah saya ngomong begini: "Kamu itu bukan perabot, tapi kamu itu ruang." Kata lainnya siapkan wadah, sehingga tugas kita sebenarnya menyiapkan wadah, karena di dalam wadahnya ini sebenarnya sudah ada semua perangkat," ungkap Coach Jaya.

Kesaktian, kesuksesan, kemuliaan, kecerdasan, itu semuanya udah ada. Hanya saja belum aktif karena ruangnya belum diopeni atau dalam bahasa lain belum ada kesadaran yang muncul dalam diri seseorang tersebut. Oleh karena itu, pada dasarnya kita semua ini adalah manusia ruang, bukan manusia perabot. Kalau kita manusia perabot, maka jadinya kita akan mencaari kemana-mana tiada ujungnya yang jelas.

"Saat ini, kita berada di fase penting, yakni siklus 124.000 tahun di mana di sini era kebangkitan dan kemurnian tauhid dan era kebangkitan. Salah satu buktinya bisa dilihat bagaimana sekarang semuanya lagi dibuka dengan jelas. Bahwa hal-hal yang sifatnya khurafat dibongkar oleh Allah. Bahkan Rasulullah sendiri itu sedih melihat kejadian seperti ini. Kalau kita mau bangga saya mau ngomong Rasulullah itu justru keturunannya lebih banyak di Nusantara."

Sejarah mengenai wali pertama dan wali tertua di Nusantara itu adalah Kian Santang, Syaikh Rohmat Suci Sunan Godog Garut, putra Siliwangi dan dia seorang wali dari tanah Sunda. Sayangnya, orang Sunda itu banyak yang tidak sadar, sehingga harusnya mereka sama orang-orang keturunan, bukan sama imigran. Hal ini dikarenakan mereka tidak tahu apa-apa. Dari dulu imigran datang kesini hanya untuk jualan, sedangkan orang pribumi keturunan memang dulu mengajar, berbagi, dan tidak ada transaksi dalam proses belajar.

Selain itu, sejarah batik misalnya juga berasal dari Sunan Kalijaga. Tak heran jika dia memiliki ilmu titik ba. Sebagai wujud aplikasinya, akhirnya dia membatik dan salah satu karyanya ialah serojan. Namun, bukan berarti kemudian serojan dilekatkan dengan dukun, karena yang mewarisi hal ini adalah Sunan Kalijaga, yang mana ia merupakan wali yang benar-benar berasal dan terhubung dengan Nusantara.

"Materi hari ini adalah yang paling dasar. Ini jadi kurikulum dasarnya ayah untuk mendidik mengajar. Judul materinya adalah Iman Tauhid Makrifat Islam. Komponen yang pertama ialah iman dulu baru tahu. Kebanyakan kan orang langsung bermkarifat akhirnya jadi nggak mau shalat. Kebanyakan orang langsung bertaubat, tapi tidak beriman akhirnya tidak tahu itu jadi apa," tegas Coach Jaya.

Sering kali orang menegaskan pentingnya tauhid, namun mereka lupa bahwa di wilayah kesadaran bertauhid yang paling utama adalah bagaimana sistem iman yang harus dibangun. Untuk itu, kita perlu merujuk kepada rukun iman yang berjumlah enam. Kesemua hal itu perlu diterapkan dengan berurutan dan sesuai pakemnya, karena jika tidak sesuai akan membuat kita bingung dan hasilnya akan berantakan.

Lalu bagaimana cara kita membangun keimanan? Sebagai contoh, apakah kita cinta dengan Rasulullah? Buktinya apa kita bisa mengatakan cinta, sedangkan kita tidak pernah lihat mukanya, tapi kita bisa menerima rasa cinta itu? Ya, itulah yang disebut dengan iman. Selanjutnya, bisakah kita melihat Allah? Tidak, namun ketika kita melihat apa pun yang dilihat adalah kebesaran-Nya serta saat melihat ciptaan-Nya di situ ada Allah, maka itulah wujud rasa iman.

Majelis Ruang Kesadaran 05 Januari 2024

"Kalau ada yang tanya Allah, Allah itu tidak terlihat, lalu gimana kamu bisa meyakini bahwa Allah itu ada? Gampang, jawab aja dengan saya melihat ciptaan-Nya, kebesaran-Nya, bumi-Nya, langit-Nya, laut-Nya, gunung-Nya. Itu adalah tanda-tanda kebesaran Allah dan bentuk rasa iman kepada Allah."

Perlu disadari dan diingat bawha iman itu berkaitan dengan belief system, yakni sistem kepercayaan yang ada dalam diri kita. Di wilayah psikologi hal ini selaras dengan sistem di mana manusia terbentuk dari nature dan nurture. Aspek pertama ialah proses alamiah yang diciptakan oleh Allah melalui semestanya, sedangkan aspek kedua terbentuk dari lingkungan kita, kebiasaan, pola asuh keluarga, serta bagaimana kita dibentuk dan tinggal.

Jadi ada cikal bakal sebab musabab kenapa kita beriman kepada Allah. Kalau dari kecil orang tua pada berebutan agar sang anak bisa memanggil nama orang tuanya (panggilan mama atau ayah), namun kita sering lupa mengajarkan bagaimana sedari dini anak diajak untuk bisa memanggil Allah. Artinya apa? Kembali lagi ke polanya Rasulullah mendidik seta mengajar dengan contoh atau teladan.

Selanjutnya, setelah iman sudah selesai, maka tahapan berikutnya ialah bertauhid. Tauhid ini harus dipahami dengan jelas apa nilai-nilai ketauhidan itu sendiri. Similaritas tauhid ini adalah apa yang dipelajari orang-orang spiritual secara global, yakni mengenai oneness (kesatuan). Di wilayah psikologi ia disebut sebagai transpersonal psychology, di mana di situ dipelajari bagaimana cara manusia bisa menjadi kesatuan dengan alam semesta.

"Kalau kita mau belajar tauhid, kalau kita mau belajar spiritual, imannya dulu harus punya. Iman itu kita dapatkan dari mana? Dari keluarga. Orang tua kita mendidik kita tentang iman kepada Allah, mendidik kita bahwa di situ ada malaikat, di situ ada kitab, di situ ada rasul, di situ ada hari akhir yang harus kita percaya. Minimal hari akhir saat kematiannya, kalau kita belum temui kiamat kita pasti mati, benar tidak? Nah setelah itu ada qada dan qadar."

Tauhid itu tentang kesatuan. Ya, sebenarnya versi jawabannya tauhid itu adalah manunggaling kawula gusti. Namun, yang penting kita pahami tentang tauhid adalah bahwa itu sebagai kesadaran bahwa tauhid adalah cikal bakal diri kita. Dalam diri manusia ada yang disebut aspek mikro dan makro.

Tauhid itu adalah cikal bakalnya manusia. Dalam diri manusia itu ada zat api, zat angin, zat air, zat tanah. Zat api, zat angin, zat air, zat tanah ini akan menjadi sesuatu hal yang relevan di diri kita secara mikro dan zat di alam semesta secara makro.

Sebagai contoh, secara makro zat api jadinya matahari dan mikronya adalah nafsu kita. Lalu angin secara makro teramnifestasi dalam bentuk bulan, sedangkan mikronya adalah nafas kita. Kemudia air makronya adalah samudera dan wujud mikronya merupakan darah kita. Adapun tanah secara makro ialah bumi, sedangkan manifestasi mikronya adalah tubuh kita itu sendiri.

Jadi ini harus dipahami nilai-nilai atau hal-hal yang sifatnya bertauhid kepada Allah ini tahu itu adalah tentang sikapnya. Tauhid bisa dimaknai dalam singkatan tahu hidup. Bagaimana caranya kita tahu hidup? Kita tahu diri kita, tahu hidup kita, dan bagaimana kita bisa mengalami kesatuan (oneness) dalam hidup kita. Kembali ke tauhid, oleh karena itu, merupakan ajakan untuk kembali ke diri, sedangkan kembali ke diri pasti kita akan meniadakan diri kita.

Tauhid itu sudah tidak ada lagi mantra, sudah tidak ada lagi ilmu. Makanya buat belajar ilmu, buat kita belajar jangan pernah mengandalkan ilmu. Akhirnya jadi lupa bahwa yang punya kehendak dan kuasa itu adalah Allah. Selanjutnya, kita belajar tentang makrifat. Makrifat itu adalah dasar sebagaimana hadis yang berbunyi awaluddin makrifatullah. Namun, kenapa hari ini makrifat dianggap sebagai ilmu tinggi dan luar biasa, padahal ia adalah dasar. Hal ini karena kebanyakan orang belajar makrifat, namun tidak didasari dengan tauhid dan iman.

Majelis Ruang Kesadaran 05 Januari 2024

Awal mengenal agama itu bermakrifat kepada Allah. Sekarang kalau misalkan kita mau mengenal agama dengan benar harus melalui makrifat. Kalau tanpa makrifat ada agama, maka apakah kita akan beragama dengan seakan-akan kita menyaksikan Allah dan berhadapan dengan Rasulullah? Tidak.

Oleh karena itu, awaluddin makrifatullah ini penting. Bahwa bermakrifat itu dasar. Bermakrifat itu adalah kunci. Apa ayat yang selanjutnya. "Siapa yang mengenal dirinya, dia telah mengenal Tuhannya." Jadi diri dulu, baru ada Allah. Untuk mencari jati diri diperlukan bimbingan, sehingga proses bermakrifat kepada Allah ini mutlak pentingnya.

"Menurut saya ya, pandangan saya untuk bermarrifat sama Allah harus dengan jalan tarekat Tanpa thoriqoh tidak akan pernah bisa kita bermakrifat kepada Allah. Tarekat itu jalan rujukannya Al Maidah ayat 35 yang menghimbau manusia untuk mencari wasilah (jalan untuk mendekatkan diri) kepada Allah. Tarekat ini adalah cara kita untuk bermakrifat kepada Allah. Kalau misalkan kita tidak bertarekat, saya khawatir nanti yang ada kita malah mempercayai yang disebut entitas atau gaib," tegas Coach Jaya.

Awal mengenal diri adalah mengenal Allah. Sedangkan, mengenal diri itu tidak akan pernah bisa kita tempuh tanpa bertarekat, tanpa berwasilah, tanpa dibimbing oleh seorang guru, dan bimbingan dari seorang guru itu harus yang sifatnya intens. Bukan sekadar ngaji atau tabarrukan saja, melainkan juga masuk ke dalam dan menjalani proses seperti khalwat, suluk, hingga uzlah.

Dalam proses bertarekat itu akan ada keterhubungan dengan guru-guru yang menjadi wasilah dalam mata rantai sanad keilmuannya, sehingga saat kita menjalani prosesnya maka kita akan bertemu dengan para guru yang ada di orbit tertentu sesuai dengan rangkaian sanad sebuah tarekat tersebut.

Setelah makrifat, aspek selanjutnya yang perlu dipahami ialah tentang Islam. Akan tetapi, perlu dipahami bahwa dari tahapan di atas, maka Islam adalah hasil atau capaian. Islam itu adalah aplikasi dari semua nilai yang ada hingga dipungkasi dalam ibadah haji. Oleh karena itu, penting untuk memahami rukun Islam secara tepat, mulai dari syahadat, shalat, puasa, zakat hingga haji.

Islam itu kan yang pertama adalah syahadat. Sebagaiman diketahui, syahadat itu adalah penyaksian. Oleh karenanya kita harus paham siapa yang disaksikan, siapa yang menyaksikan, dan siapa yang disaksikan. Selama ini kita merasa sudah bersyahadat, namun pertanyannya apakah kita sudah Islam?

"Begitu pula halnya dalam shalat. Saat menjalankan ibadah shalat, kita harus tahu dua aspek penting, yakni siapa yang shalat dan siapa yang dishalati. Jangan sampai kita shalat, cuma nggak tahu kiblat shalatnya kemana. Apakah kita akan sampai kesadaran kiblat kita kepada Ka'bah? Belum tentu, karena sebelum di ka'bah ada tembok, berarti sebenarnya sholat itu adalah dimensi fisik atau dimensi ruh?" pantik Coach Jaya.

Oleh karena itu, ketika shalat kita harus paham siapa yang shalat dan siapa yang dishalatin. Ya, yang shalat itu adalah badan atau tubuh kita, sedangkan yang dishalati adalah ruh jiwa kita. Makanya kalau mau belajar ilmu psikologi, maka kita masih berada di wilayah shalat. Di atas psikologi (baca: shalat) masih ada syahadat, di atas syahadat masih ada makrifat, di atas makrifat masih ada tauhid, di atas tauhid masih ada iman.

Semua hal itu perlu dipahami secara berurutan sesuai tahapannya agar kita tidak salah dalam mengambil kesimpulan. Mau paham dan ahil dalam ilmu psikologi? Maka kita perlu menjalankan shalat, karena shalat itu adalah wilayahnya jiwa. Makanya kalau orang bertarekat, namun tidak mau menjalankan shalat, hasilnya pasti akan menyimpang dan hilangnya kesadaran dari ajaran yang diberikan oleh guru pembimbingnya. Karena tujuan dari shalat adalah kesadaran itu sendiri.

Selain itu, kalau kita berbicara di wilayah dimensi Islam, maka perlu kita pahami bahwa Islam itu dari kata salam, yang bermakna selamat. Sehingga, jika kita belajar Islam, maka yang perlu diperhatikan ialah keselamatan itu sendiri. Mulai dari selamat jiwanya, sehat mentalnya, sehat badannya, selamat badannya, selamat hidupnya, selamat budinya selamat akalnya, hingga sadar jiwanya.

Penulis: Indra Hanjaya - Chairman


Leave a Reply