Bernaung dalam Pelukan Cinta dan Kasih Allah

RABU, 9 MARET, 2022

Bernaung dalam Pelukan Cinta dan Kasih Allah

Pekatnya kehidupan sering kali baru membuat orang tersadar akan pentingnya pemenuhan kebutuhan spiritual bagi tiap individu. Jika belum datang bertumpuk masalah yang menghadang di depan mata, terasa berat bagi mayoritas manusia untuk mengindahkan seruan panggilan Tuhan yang sebenarnya begitu jelas dan nyata.

Di era sekarang, mayoritas umat manusia bergerak terlalu jauh ke luar dalam pencariannya akan hal-hal seperti kebahagiaan, kekayaan, dan kesuksesan. Padahal, kunci utama dari apa yang mereka ingin gapai terletak di dalam dirinya sendiri. Kondisi hati yang layak amat menentukan apakah keberlimpahan Tuhan bisa termanifestasi dalam diri manusia.

Layaknya mesin sebuah kendaraan, sebagus dan secanggih apa pun rancangan desain luar dari kendaraan tersebut, tentu akan percuma dan sia-sia jika ia tak didukung dengan mesin dan sistem operasional yang diletakkan di bagian dalamnya.

Oleh karena itu, jika ada satu hal mutlak yang perlu dilakukan tiap orang sepanjang hidupnya, maka jawaban paling jelasnya ialah kesediaan dan komitmennya untuk terus memperbaiki diri dari waktu ke waktu. Meskipun mustahil memang kita mencapai derajat kesempurnaan, namun perbaikan diri yang berkala akan berdampak pada peningkatan kualitas hidup kita di dunia maupun di akhirat kelak.

Setidaknya, upaya untuk terus memperbaiki diri secara kontinyu itulah yang akan membawa kita untuk terus bernaung dalam pelukan cinta dan kasih Allah. Proses untuk menuju ke tahap ini tentu tidak bisa instan dan membutuhkan bimbingan seorang guru mursyid yang telah berpengalaman dalam meniti jalan itu.

Meskipun demikian, ada setidaknya lima hal pokok yang bisa dilakukan agar kita bisa berada dalam pelukan dan cinta kasih Allah. Pertama, ialah menyeimbangkan antara kesadaran lahir dan kesadaran batin dalam setiap gerak-gerik dan langkah yang diambil dalam kehidupan sehari-hari.

Kesadaran lahir untuk merawat dan menjaga tubuh fisik, misalnya, perlu juga diiringi dengan kesadaran batin untuk memelihara kesehatan spiritual yang terkandung dalam diri setiap orang. Terlebih jika kita mengetahui bahwa pada esensinya manusia bukanlah makhluk material, melainkan makhluk spiritual. Integrasi antara kesadaran lahir dan batin itulah yang akan mendorong tercapainya keadaan sehat dan afiat (sehat holistik).

Contoh lain, kesuksesan yang kita raih merupakan hasil perkalian antara ikhtiar spiritual dan ikhtiar lahiriah yang kita lakukan. Rahasia yang tak banyak diketahui ialah bahwa bobot ikhtiar spiritual memiliki kadar yang lebih besar dibanding ikhtiar lahiriah.

Oleh karena itu, semakin besar kualitas ikhtiar spiritual, secara tidak langsung akan membuat lebih ringan ikhtiar lahiriah yang perlu dilakukan. Mendawamkan doa dan wirid tertentu ialah contoh ikhtiar spiritual yang bisa dipraktikkan pada kehidupan sehari-hari.

Kedua, ialah membiasakan diri untuk bersikap biasa saja terhadap segala hal yang menghampiri dan mewarnai dinamika kehidupan kita. Artinya, kita tidak perlu takjub atau gelisah dengan peristiwa atau fenomena apa pun. Semua bersifat biasa saja, karena yang luar biasa hanya Allah semata.

Dengan cara pandang seperti ini, sebesar apa pun masalah atau kesulitan yang sedang kita hadapi, ia ibarat debunya debu. Bukankah Dia cukup berkata jadilah, maka jadilah segala sesuatu yang Dia kehendaki?

Poin ketiga ialah prinsip hidup untuk tidak mendewakan ilmu maupun amal yang kita miliki. Tentu hal ini tidak kemudian berarti keduanya tidak penting. Ilmu dan amal tetaplah penting dalam menunjang kehidupan kita, namun berada dalam pelukan cinta dan kasih Allah jauh lebih penting dari kedua hal tersebut.

Sebagai contoh, roda kehidupan tentu terkadang meletakkan kita di atas dalam jangka waktu tertentu, serta merasakan bagaimana berada di bawah pada waktu lainnya. Terkadang kita senang dan bahagia, tak jarang pula kita merasa sedih dan susah. Bernaung dalam pelukan cinta dan kasih Allah dalam hal ini akan membuat aliran berkah kepada diri kita tidak akan terputus, baik saat kondisi kehidupan kita sedang naik atau turun.

Selanjutnya, sikap hidup yang bersedia untuk melepas sesuatu yang kita miliki kepada orang lain. Dalam bahasa lain, ia disebut juga dengan berbagi. Perlu kita ketahui, vibrasi ketika kita melepas sesuatu, baik secara ilmiah maupun ilahiah, mengandung nilai yang lebih tinggi dan berkualitas dibanding saat kita menerima sesuatu.

Tak heran jika kemudian hampir di banyak agama ditemukan ajaran untuk berbagi kepada sesama. Islam, misalnya, mengajarkan konsep sedekah kepada orang lain yang membutuhkan bantuan, baik berupa materi maupun non-materi. Hemat penulis, berbagi di sini bisa pula dimaknai sebagai kontribusi kita sebagai manusia untuk menjaga keberlangsungan hidup manusia serta alam sekitarnya.

Hal kelima, sekaligus sebagai penutup, ialah kemampuan kita untuk senantiasa bersyukur dalam menghadapi segala keadaan yang menimpa kita, baik ketika mendapat anugerah maupun musibah. Riset kontemporer menunjukkan bahwa bersyukur merupakan sebuah hal yang terbukti ilmiah, di samping ia merupakan ajaran agama yang bersifat ilahiah.

Temuan dari Dr. Emiliana-Shimon Thomas, Ph.D., seorang Direktur Sains di University of California Berkeley’s Greater Good Science Center, dalam studinya menunjukkan bahwa setelah delapan minggu latihan, scan otak terhadap individu yang berlatih bersyukur memiliki struktur otak yang lebih kuat untuk kognisi dan empati sosial, serta bagian otak yang memproses hadiah atau penghargaan (reward).

Studi lain dari Prof. Dra. R.A. Yayi Suryo Prabandari, M.Sc., Ph.D., seorang Guru Besar Bidang Kesehatan di Universitas Gajah Mada, menemukan bahwa bersyukur adalah kunci dari terciptanya keseimbangan antara kehidupan personal dan kehidupan yang kita jalani dalam aspek pekerjaan atau karir (work-life balance).

Penerapan kelima prinsip di atas inilah yang akan membawa kita selalu berada dalam pelukan cinta dan kasih Allah. Ketika hal itu bisa dipenuhi, hal-hal berupa kebahagiaan, kesuksesan, serta kekayaan yang kita cari-cari selama ini sontak akan mengikuti dan terpenuhi, baik dalam artian majasi atau utamanya secara hakiki.


Leave a Reply