Mempelajari mengenai kesadaran merupakan hal yang tidak ada batasnya. Semakin kita belajar, di situ pula sebenarnya kita semakin merasa bodoh dan tidak tahu apa-apa. Kesadaran yang paling mendasar ialah kesadaran atas diri kita sendiri.
Berbicara mengenai kesadaran diri, hal ini berkaitan pula dengan program-program diri yang akan dilakukan dalam sebuah konteks waktu tertentu. Bagi umat Islam, fakta penting yang perlu disadari hari ini ialah kita sedang berada dan memasuki bulan Rajab.
Perlu diketahui, bahwa bulan Rajab tergolong salah satu bulan yang dimuliakan oleh Allah (asyhurul hurum). Secara berurutan, ada empat macam bulan yang dimuliakan oleh Allah, yakni Dzulqa'dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab.
Syahdan, dipercaya bahwa pada bulan ini amalan kebaikan apa pun yang dilakukan oleh manusia akan dilipatgandakan oleh Allah. Begitu pula sebaliknya jika kita berbuat keburukan. Oleh karenanya, Rasulullah dan para pasukannya bahkan dilarang untuk berperang di bulan ini.
Analogi lain yang sering dipakai untuk menjelaskan pentingnya bulan Rajab ialah rangkaian dari Rajab, Sya'ban, hingga Ramadhan merupakan waktu untuk menanam, memberi pupuk, serta memanen. Alhasil, jika kita ingin menuai panen di bulan Ramadhan, tentu kita harus menanam kebaikan sejak bulan Rajab.
Ada beberapa kejadian hebat di bulan Rajab, salah satunya ialah peristiwa Isra' Mi'raj yang dilakukan oleh Nabi Muhammad saw dari Masjid al-Haram hingga Sidratul Muntaha untuk menerima perintah shalat secara langsung dari Allah.
Meskipun terdapat beberapa riwayat mengenai detail dari kisah Isra' Mi'raj oleh para ulama dan ilmuwan, terdapat satu pendapat kuat yang dipegang oleh para sufi bahwa yang diperjalankan saat peristiwa tersebut ialah ruh sekaligus fisik dari Nabi Muhammad saw.
Lantas apa signifkansi dan hikmah dari kisah Isra' Mi'raj yang masyhur tersebut? Setidaknya ada dua hal yang bisa kita jadikan pelajaran untuk kemudian diterapkan sebagai bekal dalam menjalani kehidupan kita saat ini.
Pertama, ialah shalat. Sebagai tiang dari agama, shalat memiliki arti yang begitu penting bagi setiap orang. Jika kita ingin memperbaiki hidup kita, hal pertama yang perlu kita perbaiki ialah shalat kita. Apakah kita sudah bisa berkomitmen untuk menjalankan shalat secara konsisten di awal waktu?
Lebih jauh, bahkan kita bisa melihat bagaimana potret hidup seseorang dari bagaimana ia memperlakukan ibadah shalatnya. Isra' Mi'raj sejatinya menguatkan pesan betapa penting shalat bagi seseorang, sehingga perintah shalat harus langsung diterima oleh Rasulullah dari Allah, bukan melalui Malaikat Jibril atau perantara lainnya.
Kedua, yakni shalawat. Ia adalah bentuk penghargaan dan cinta kita terhadap sosok yang membawa risalah ajaran Islam kepada umat manusia, yakni Nabi Muhammad. Selain itu, sebagai wasilah kita terhadap Allah, menjalankan shalawat juga memberi dampak yang besar terhadap kehidupan manusia yang penuh berkah dan kemuliaan.
Selain itu, keistimewaan posisi Rasulullah sebagai sebab dan dasar atas penciptaan segala entitas yang ada di alam raya ini, maka bershalawat kepadanya secara tidak langsung akan membuat Allah memperhatikan kita, sehingga akan lebih besar kemungkinan kita untuk didengar serta dikabulkan doa-doanya melalui wasilah Rasulullah saw.
Dua hal yang telah disebutkan di atas merupakan sarana untuk membantu kita mengenali diri, yang mana pengenalan diri itu akan membawa kita ke dalam pengenalan akan Tuhan. Hal ini dikarenakan bab pertama bagi orang yang menempuh jalan menuju Tuhan ialah dengan mengenal diri kita sendiri secara baik.
Shalat sendiri dalam tingkatan tertentu merupakan puncak pengalaman spiritual. Tak heran kemudian jika dalam salah satu hadis yang disabdakan oleh Rasulullah disebutkan bahwa shalat merupakan mi'raj bagi orang-orang yang beriman. Akan tetapi, perlu diingat bahwa shalat yang mengantarkan kita kepada mi'raj ialah shalat yang disertai dengan kesadaran penuh atas ibadah yang terhormat itu, bukan shalat yang diiringi dengan kelalaian.
Sementara itu, shalawat ibarat booster bagi kita untuk bisa terhubung dengan Allah, karena ibarat sebuah kabel Rasulullah adalah konektor antara manusia dengan Allah. Penting bagi kita untuk menyadari hukum keterhubungan, sehingga kapan pun dan di mana pun kita memiliki kesadaran untuk selalu terhubung dengan Rasulullah, yang mana atas wasilah beliau kita kemudian bisa terhubung kepada Allah.
Apakah dua hal di atas cukup dilakukan? Ternyata tidak. Ada satu hal penting lain yang perlu kita lakukan jika kita ingin mendapatkan kehidupan yang baik dan diberi hadiah oleh semesta. Ya, kita perlu bermanja-manja dengan Allah.
Praktik ini bisa dilakukan kapan saja dengan cara yang beragam. Sebagai contoh, kita bermanja-manja dengan Allah saat hari dan bulan lahir kita dalam rangka untuk meminta hadiah dari-Nya atas bertambahnya usia kehidupan yang kita jalani di dunia.
Untuk bermanja-manja dengan Allah, terdapat setidaknya tiga kunci utama yang bisa kita lakukan. Secara berurutan, ketiga hal itu ialah dengan bertaubat, memperbanyak kalimat thayyibah, dan memperbanyak shalawat kepada Nabi Muhammad.
Hendaknya kita mulai memosisikan Allah sebagai figur yang welas asih, bukan menakutkan. Kita juga perlu meyakini bahwa sikap welas asih Allah melampaui kealpaan, kezaliman dan kesalahan-kesalahan yang kita perbuat. Dia yang Maha Baik sangat mengetahui kebutuhan kita dan apa yang membahagiakan bagi kita.
Tak lupa kita juga harus merasa berada dalam pelukan dan cinta kasih Allah agar praktik bermanja-manja dengan Allah ini didengar oleh-Nya, sehingga atas izin Allah kita akan diberi hadiah terbaik dalam kehidupan.
Penulis: Coach Jaya (Founder Panca Olah Institute dan Spiritual Life Coach)