Belajar dari Sunan Bonang: Arsitek Kebudayaan Masyarakat hingga Olah Diri Kemanusiaan

SENIN, 4 DESEMBER, 2023

Belajar dari Sunan Bonang: Arsitek Kebudayaan Masyarakat hingga Olah Diri Kemanusiaan

Di penghujung bulan November, Suluh Nusantara Raja-Wali 2023 kembali hadir dengan fokus pembahasan mengenai Sunan Bonang, figur wali songo yang lekat dengan warisan dan ajarannya mengenai kebudayaan, mulai dari tembang hingga alat musik gamelan.

Tema utama yang diangkat pada momen kali ini ialah Realitas Integral Tasawuf dan Kebudayaan Perspektif Sunan Bonang. Pembicara utama yang menemani diskusi agenda Suluh Nusantara tersebut adalah Irfan Afifi, Penulis cum Budayawan yang giat meneliti tentang persinggungan antara Islam dan Jawa.

Suluh Nusantara Sunan Bonang

Sebelum memasuki sesi inti pembahasan, peserta diajak untuk menyanyikan lagu Indonesia Raya versi 3 Stanza gubahan Wage Rudolf Supratman secara bersama-sama sebagai upaya untuk membangkitkan semangat dan jiwa nasionalisme segenap orang yang hadir. Ritual ini terasa penting, karena alunan musik sendiri berpengaruh terhadap kondisi psikologis dan sistem kepercayaan dalam diri seseorang.

Ahmad Bagus Kazhimi, Inisiator Program Suluh Nusantara, dalam sambutannya menyatakan bahwa tujuan dari diselenggarakannya program Suluh Nusantara Raja-Wali 2023 adalah sesuai akar katanya, yakni suluh. Artinya, kegiatan ini diharapkan dapat menjadi penerang dalam bentuk pengetahuan, perspektif, dan khazanah keilmuan terdahulu yang telah luntur dan mulai hilang pada masyarakat Indonesia hari ini.

Selain itu, ia juga mengemukakan perlunya menghadirkan temuan-temuan otentik akan ajaran dan teladan figur Sunan Bonang yang didasarkan pada sumber-sumber sejarah yang terpercaya. Tak lupa, agenda Suluh Nusantara juga diharap mampu membangkitkan api kesadaran dalam diri setiap peserta yang hadir untuk meneladani ajaran tokoh yang sedang dibahas, dalam hal ini Sunan Bonang.

Suluh Nusantara Realitas Integral Tasawuf dan Kebudayaan Perspektif Sunan Bonang

Sebagai pembuka, Irfan Afifi sepakat dengan apa yang disampaikan oleh Panca Olah Institute bahwa kesadaran masyarakat hari ini untuk menengok kembali warisan tokoh terdahulu, termasuk wali songo, sangat minim dan rendah. Padahal, para wali terdahulu sudah menerjemahkan Islam ke dalam realitas keindonesiaan telah menghasilkan ilmu yang banyak sekali, bahkan juga tak hanya pada level teori hitam putihnya belaka, melainkan juga puncak kearifan ilmu yang kelak menjadi adat, tradisi, tatanan, dan lain sebagainya.

“Saya lebih sepakat Sunan Bonang itu bukan hanya sebatas dai, tetapi juga arsitek kebudayaan Jawa sekaligus alim besar dari Jawa. Sunan Bonang bukanlah wali pinggiran sebagaimana ada di Arab, tetapi juga ada di pusat kekuasaan dan mendampingi munculnya beberapa kesultanana yang ada di Nusantara,” tegas Founder Langgar.co tersebut.

Beberapa nama lain dari Sunan Bonang antara lain Ma’dum Ibrahim, Seh Wahdat, Sunan Wahdat Anyakrawati, dan Seh Kalipah Asmara. Perjalanan intelektual kehidupan Sunan Bonang sendiri terbentang dari Demak, Malaka, Kediri, Lasem, hingga kelak menjadi penasehat spiritual menetap di Tuban sampai beliau meninggal.

Suluh Nusantara Realitas Integral Tasawuf dan Kebudayaan Perspektif Sunan Bonang

Aspek yang membuat Sunan Bonang istimewa, disebutkan dalam Serat Kandha, adalah kemampuannya untuk membuat tobat seorang yang dalam kehidupannya dihabiskan dengan berbuat kejahatan. Tak hanya itu, Porf. K.H. Ahmad Adnan dalam sebuah primbon menjelaskan bahwa tiap wali memiliki tugas khusus yang khas.

Berkaitan dengan hal ini, Sunan Bonang memiliki mandat untuk membuat traktat-traktat keilmuan dalam bentuk tembang, menambah dan mengubah perincian alat-alat musik dalam pagelaran wayang maupun yang lain, serta mengubah irama gendhing agar sesuai dengan nada yang diharapkan. Dengan bahasa lain, Sunan Bonang bertugas mengarang dan menuliskan traktat keilmuan sebagai pandu keilmuan tata kebudayaan masyarakat baru.

Sejarawan G.W.J. Drewes mendata setidaknya ada belasan karya yang bisa diatribusikan kepada Sunan Bonang. Dua karya yang telah banyak diulas secara luas oleh para pakar adalah Suluk Wujil dan Serat Bonang (Heet Book van Bonang).

Suluh Nusantara Realitas Integral Tasawuf dan Kebudayaan Perspektif Sunan Bonang

Lebih lanjut, Irfan mengatakan bahwa traktat keilmuan itu menjadi dasar penting untuk proses pembentukan kebudayaan Jawa. “Simpul kebudayaan Jawa itu sebenarnya mengacu kepada sistem ajaran dari Sunan Bonang. Dalam konteks historis, beliau mendapat mandat untuk menyelaraskan tradisi Jawa dan Islam agar terjadi titik pertemuan yang tidak saling menegasi,” ungkap penulis buku berjudul Saya, Jawa, dan Islam tersebut.

Ajaran yang ingin diberikan oleh Sunan Bonang berdasarkan apa yang tertulis di Serat Bonang adalah ilmu yang bisa mengantarkan pada sumber yang benar-benar haq dan tak menimbulkan keraguan lagi. Meskipun demikian, Sunan Bonang memperingatkan kepada siapa saja yang ingin memperdalam ajaran tersebut untuk mencari guru mursyid yang bisa menuntunnya.

Jalan menuju penyaksian realitas Tunggal dalam keberadaan yang beraneka tersebut dapat dilakukan dengan cara melihat ke dalam diri sendiri, bukan ke luar dirinya. Manusia sendiri terdiri daru dua entitas, yakni aspek yang lahir (jasmani) dan aspek yang batin (ruhani). Menurut Sunan Bonang, di dasar ruhani sebenarya manusia terhubung dengan pancaran Ilahi yang bisa menjadi pandu dalam menuntun laku hidup yang utama.

Suluh Nusantara Realitas Integral Tasawuf dan Kebudayaan Perspektif Sunan Bonang

Untuk itu, langkah penting dalam mengenali diri ialah dengan tidak berfokus semata pada dorongan yang lahir (raga), tetapi juga mengolah diri kemanusiaan secara totalitas sampai ke dasar ruhani, atau bisa disebut juga dengan memperbaiki akhlak kemanusiaan. Olah diri ini akan berhasil jika ditandai dengan rasa cinta kasih yang telah bersemayam dalam hati manusia, karena keberadaan Tuhan tergambar dalam keberadaan cinta kasih yang memancar dari hati.

Lebih jauh, olah diri kemanusiaan tersebut akan bisa meningkatkan derajat salat lima waktu kita yang masih terbatas pada waktu. Secara hakiki, salat lima waktu itu menurut Sunan Bonang adalah langkah awal dari pertumbuhan untuk menuju salat yang tak terikat oleh waktu (salat daim) bernama akhlak utama.

Suluh Nusantara Realitas Integral Tasawuf dan Kebudayaan Perspektif Sunan Bonang

Ajaran tentang olah diri kemanusiaan ini merupakan inti dari proses berkebudayaan (olah cipta, karsa, dan rasa) manusia atau olah potensi kemanusiaan yang semakin meningkatkan derajat manusia secara ruhani agar tidak turun derajat seperti hewan. Ajaran Sunan Bonang dalam hal ini bisa menjadi pijakan olah kemanusiaan dengan prinsip ketuhanan.


Leave a Reply