Apresiasi Diri untuk Mengaktifkan Kesadaran Manusia

MINGGU, 11 DESEMBER, 2022

Apresiasi Diri untuk Mengaktifkan Kesadaran Manusia

Sebelum membaca keseluruhan artikel ini, mari kita coba bertanya terlebih dahulu kepada diri kita masing-masing. Pernahkah kita berkaca lalu mengapresiasi diri kita sendiri? Mengucapkan rasa terima kasih kepada diri kita yang telah setia menemani hari demi hari dalam kehidupan kita? Adakah saat khusus yang kita berikan untuk mengapresiasi dan menyayangi diri kita?

Satu hal yang perlu kita sadari sebagai manusia ialah bahwa mengapresiasi dan menyayangi diri sendiri itu penting dan membawa dampak yang baik bagi kehidupan kita. Jika dianalogikan, tubuh kita adalah kendaraan yang setia menemani setiap perjalanan yang kita lakukan selama 24 jam dalam sehari sepanjang rentang usia hidup kita.

Kalau mobil yang kita tumpangi rutin kita servis dan rawat dengan baik. Lalu gawai dan laptop sebagai teman bekerja juga kita jaga dengan baik, maka bagaimana dengan diri kita sendiri? Sudahkah kita mengapresiasi diri kita secara layak dan proporsional?

Praktik mengapresiasi diri adalah bagian dari proses pengenalan diri kita, yang mana pengenalan akan diri sendiri akan mengantar kita terhadap pengenalan akan Tuhan. Siapa yang tidak mengenal dirinya, maka dia tidak akan mengenal Tuhannya.

Temuan beberapa riset juga menunjukkan bahwa apresiasi atau penghargaan terhadap diri berpengaruh kepada aktualisasi potensi diri seseorang. Semakin besar bentuk apresiasi diri yang diberikan, kadar aktualisasi diri yang dikeluarkan juga berbanding lurus terhadap pekerjaan atau tanggung jawab yang diemban.

Sering kali, kita menuduh orang lain sebagai pihak yang sering menzalimi diri kita dengan melakukan perbuatan atau tindakan yang tidak mengenakkan. Akan tetapi, apakah kita pernah berpikir bahwa orang yang paling sering berbuat zalim terhadap diri kita adalah diri kita sendiri?

Sebagai contoh, pernahkah kita bersyukur atas setiap nafas yang berhembus dengan normal secara gratis dari hidung kita? Lalu, bagaimana perlakuan kita terhadap makanan atau minuman yang masuk ke dalam diri kita? Apakah kita sudah memberikan nutrisi terbaik nan menyehatkan bagi tubuh kita? Belum lagi mengenai praktik olah pikir, olah hati, olah rasa, olah raga, dan olah karsa yang seimbang.

Apresiasi diri adalah bekal materi dasar bagi kita untuk menjalani kehidupan ini. Karena ia pondasi, maka sudah seharusnya kita membuat pondasi yang kokoh, agar bangunan (baca: sikap dan perilaku hidup kita) yang kita rancang tidak mudah roboh.

Untuk membantu kita dalam mengapresiasi diri secara layak, satu cara pandang yang perlu kita tanamkan dalam sistem keyakinan (belief system) kita ialah bahwasanya hidup ini adalah perayaan kebahagiaan dan kesyukuran. Dengan cara pandang seperti ini, akan terasa lebih mudah bagi kita untuk mengapresiasi dan menyayangi diri kita sendiri.

Lebih jauh, setidaknya ada tiga cara atau metode yang bisa dilakukan untuk melakukan pengondisian terhadap diri kita agar lebih apresiatif. Pertama, mencintai dan merawat diri kita (tubuh fisik). Beberapa praktik turunan dari hal ini ialah dengan memperhatikan secara serius nutrisi berupa makanan dan minuman yang masuk ke dalam diri kita, rutin berolahraga, tidur yang cukup, serta membangun kebiasaan yang baik bagi tubuh kita.

Kedua, memperbaiki cara pandang kita akan sebuah hal yang secara tidak sadar mungkin telah terkonstruksi sebelumnya (mindset dan subconscious program). Label-label buruk yang tertanam dalam diri kita (si bodoh, si jelek, si gendut, si bego, si gagap, dan sejenisnya) hendaknya diganti dengan atribusi yang bersifat lebih positif.

Kekuatan program alam bawah sadar (subconscious) itu berpengaruh sebesar 88 persen dalam diri kita. Oleh karenanya, atribut atau label buruk itu perlu kita ganti dengan hal yang lebih baik, seperti: "Saya adalah pribadi yang layak sukses dan mulia", "Saya diinginkan oleh kehidupan untuk menjadi penyalur rezeki Allah, menjadi orang baik, mudah memaafkan, pribadi yang penuh cinta, bijak, menyenangkan orang, sehat afiat, dan lain sebagainya."

Kalau kita ingin mengubah subconscious program yang ada dalam diri, maka kita perlu mengubah cara pandang (mindset) dan perlakuan (treatment) terhadap diri kita. Salah satu cara yang ampuh ialah dengan melakukan dialog kepada diri kita. Hal ini akan berefek ke dalam jiwa, sehingga nantinya jiwa akan mempunyai mekanisme penyaringan (filter) terhadap hal-hal yang masuk ke dalam diri kita.

Ketiga, jadikan diri ini layak dipercaya. Salah satu alasan kenapa kita belum mencintai dan menyayangi diri ialah karena masih ada kebocoran energi. Indikator dari kebocoran energi ini ialah kita masih sering curhat kepada orang lain, belanja (shopping) yang berlebihan, dan jalan-jalan untuk mencari kebahagiaan di luar diri.

Semakin kita mengenal diri kita, maka sebenarnya kebahagiaan yang kita cari itu berada dalam diri kita sendiri, bukan di luar diri. Bahkan, bagi orang saleh anugerah berupa bisa membaca Al-Qur'an saja sudah memberikan kebahagiaan yang luar biasa.

Kita harus belajar percaya diri untuk menyelesaikan masalah diri kita sendiri. Karena dari situlah, kita baru bisa meyakinkan orang lain serta lebih jauh ialah meyakinkan semesta bahwa kita adalah orang yang layak diberi karunia, kebahagiaan, serta rezeki yang berkah dan melimpah misalnya.

Di samping itu, hal lain yang tidak kalah penting untuk kita miliki ialah keterampilan (skill) sebagai sebagai pribadi yang rajin bersih-bersih dari kotoran, dosa, dan turunannya. Bagi orang Muslim misalnya, hal yang bisa dilakukan ialah dengan melakukan shalat sunnah taubat setiap hari. Pada level selanjutnya, ditambah dengan shalat sunnah wudu dan totalitas dalam menjaga wudu.

Tak lupa, kemampuan dalam memprogram diri kita untuk menjadi pribadi yang penuh cinta, sikap welas asih, dan segenap program baik lainnya penting untuk dilakukan agar kita tidak mengulangi kesalahan pendidikan dan pengajaran yang dilakukan oleh orang tua atau nenek moyang kita sebelumnya.

Penulis: Coach Jaya (Founder Panca Olah Institute dan Spiritual Life Coach)


Leave a Reply