Aplikasi Kesadaran dalam Proses Berterima Kasih terhadap Diri Sendiri

SELASA, 7 MARET, 2023

Aplikasi Kesadaran dalam Proses Berterima Kasih terhadap Diri Sendiri

Kehidupan yang kita jalani saat ini merupakan anugerah yang begitu besar dari Tuhan yang berkuasa atas zat seluruh alam. Terlebih, jika kita hingga detik ini masih diberikan tubuh yang sehat dan normal untuk menjalani aktivitas sehari-hari yang rutin kita lalui.

Sayangnya, hal ini seringkali tidak diimbangi dengan perlakuan yang layak untuk menjaga dan merawat tubuh dan segenap organ yang termuat di dalamnya, mulai dari jantung, hati, sistem pernapasan, sistem pencernaan, sistem rangka, sistem otot, sistem peredaran darah, sistem saraf, dan lain sebagainya

Kita harus jujur mengakui bahwa dalam durasi kehidupan yang kita terima hingga hari ini (entah belasan tahun atau puluhan tahun), rasanya lebih banyak kita berlaku zalim dan tidak adil terhadap diri kita sendiri.

Pola makan yang sembarangan, kurangnya aktivitas fisik (olahraga) untuk memberikan kebugaran dalam tubuh, atau tidak adanya keseimbangan dan kedisiplinan dalam memberdayakan tubuh pada aktivitas sehari-hari pada akhirnya berdampak pada rasa sakit yang barangkali baru dirasakan saat memasuki usia senja.

Tak heran kemudian, jika mayoritas kita telat menyadari betapa penting sebenarnya menjaga dan merawat tubuh sebagai salah satu karunia agung yang diberikan Tuhan kepada kita. Hal ini merupakan bagian dari proses pengenalan diri, yang pada akhirnya bermuara pada pengenalan akan Tuhan.

Sebagai contoh, jika kita sudah mengenal diri, maka kita akan memperhatikan ihwal makanan yang masuk ke dalam diri kita. Bukan semata makanan yang halal, namun juga makanan yang baik bagi diri kita. Karena, begitu banyak makanan yang halal di luar sana, namun belum tentu ia baik bagi sistem tubuh kita.

Atas dasar itulah proses mengenal diri menjadi salah satu prioritas terpenting dalam hidup yang kita jalani, di samping ibadah-ibadah ritual yang kita jalani. Dengan mengenali diri ini pula kita bisa menguak dan mengaktualisasikan potensi terbaik yang ada dalam diri kita. Potensi yang muatannya bukan hanya bersifat intelektual maupun emosional, namun lebih jauh lagi potensi spiritual yang menyimpan energi begitu besar dan kuat bagi hidup kita.

Salah satu aspek mendasar dari proses pengenalan diri ini adalah mengenali tubuh fisik sebagai makna nyata dari manifestasi keberadaan Tuhan dalam diri. Mulai dari ujung kepala hingga ujung kaki.

Dalam kurikulum pembelajaran yang diberikan dalam suatu ordo sufi (tarekat), bab tentang mentafakkuri tubuh kita merupakan pelajaran yang begitu penting bagi para murid dan pejalan tarekat. Hal ini dikarenakan di dalam tubuh kita terdapat semacam kosmos alam semesta tersendiri yang perlu diperhatikan oleh pemiliknya. Dengan bahasa lain, kita perlu menziarahi ruang dalam yang inheren pada tubuh kita.

Untuk itu, tiga prinsip penting yang perlu selalu kita pegang dan jadikan pedoman ialah prinsip sadari, hargai, dan syukuri. Apa pun episode kehidupan kita, akan selalu terdapat dualitas di dalamnya. Antara senang dan susah, bahagia dan derita, baik dan buruk, dan sejenisnya.

Apa yang selama ini kita anggap sebagai penderitaan boleh jadi menyimpan pembelajaran yang begitu besar. Semakin sakit penderitaan yang kita alami, maka di dalamnya terkandung rahmat Allah swt bagi hidup kita.

Kesadaran untuk berterima kasih kepada diri sendiri dan segenap komponen yang ada di dalam tubuh ini merupakan salah satu kunci penting yang harus kita praktikkan untuk merengkuh kehidupan yang lebih bahagia dan bermakna.

Aplikasi dari proses berterima kasih ini bisa dilakukan dengan melakukan monolog/self-talk terhadap diri kita sendiri. Sebagai contoh, di bawah ini terdapat sebuah skrip yang bisa digunakan dan dipraktikkan untuk berterima kasih kepada diri kita sendiri.

"Bismillahirahmanirahim....... Wahai tubuhku yang sehat dan normal. Saya sadari, saya hargai, dan saya syukuri. Alhamdulillah. Terima kasih, terima kasih, terima kasih."

Agar mendapatkan hasil yang lebih optimal, pastikan Anda membaca skrip di atas dengan menggunakan rasa yang ada dalam diri kita. Ucapkan lafal ini dengan pelan tanpa terburu-buru dan hayati setiap lafal tersebut dengan diiringi rasa khusyu dan khudu' (kehadiran).

Proses berterima kasih terhadap diri sendiri merupakan hal yang sederhana, namun sering kali kita abaikan dalam kehidupan ini. Sampai kapan kita akan terus berlaku zalim terhadap diri sendiri? Belum juga tibakah saatnya menunduk memandang diri sendiri dan mengucapkan rasa terima kasih atas kesetiaan yang diberikan oleh tubuh kita dalam menemani setiap fase kehidupan yang kita lalui?

Penulis: Indra Hanjaya (Coach Jaya) - Founder Panca Olah Institute dan Spiritual Life Coach


Leave a Reply